Selasa, 17 Oktober 2017

HUKUM DAN PRANATA PEMBANGUNAN

HUKUM DAN PRANATA PEMBANGUNAN




NAMA        : FENNY AFRIYANTI (22315619)
Kelas: 3TB04
Dosen: RISWANTI





UNIVERSITAS GUNADARMA
2015/2016


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG
Bangunan gedung pada dasarnya dibangun untuk berbagai macam tujuan tertentu. Dirancang sedemikian rupa untuk memudahkan dan menunjang kehidupan manusia. Bangunan gedung didirikan dengan maksut untuk bekerja, pendidikan, sarana olahraga ataupun kebutuhan yang lain.
Dalam pembangunannya, tidak serta merta langsung didirikan di suatu tempat, tetapi harus tetap mempertimbangkan berbagai aspek. Pembangunannya juga sudah diatur dalam dasar hukum yang kuat, yaitu dalam bentuk undang-undang yang memiliki aturan pelaksanaan berupa peraturan pemerintah. Peraturan tersebut tertuang dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung yang mulai berlau pada tanggal 16 Desember 2002. Sebagai aturan pelaksanaannya pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Bangunan Gedung, yang ditetapkan dan mulai berlaku pada tanggal 10 September 2005.
Pembangunan gedung harus tetap diatur sedemikian rupa agar tetap memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh pemerintah. Dikeluarkan undang-undang untuk mengaturnya karena berbagai aspek pertimbangan, diantaranya1:
a.       Bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
b.      Bahwa bangunan gedung penting sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya untuk mencapai berbagai sasaran yang menunjang terwujudnya tujuan pembangunan nasional;
c.       Bahwa bangunan gedung harus diselenggarakan secara tertib, diwujudkan sesuai dengan fungsinya, serta dipenuhinya persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung;
[1] Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung. http://www.bpn.go.id/Publikasi/Peraturan-Perundangan/Undang-Undang/undang-undang-nomor-28-tahun-2002-2056 (diakses pada 16 Oktober 2017).

d.      Bahwa agar bangunan gedung dapat terselenggara secara tertib dan terwujud sesuai dengan fungsinya, diperlukan peran masyarakat dan upaya pembinaan;
e.       Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d di atas perlu membentuk Undang-undang tentang Bangunan Gedung.
Sebagaimana dijelaskan diatas, pembangunan gedung harus mempertimbangkan berbagai aspek yang tentunya berguna untuk menyelenggarakan bangunan gedung yang tertib, diwujudkan sesuai dengan fungsinya, serta tempat dimana manusia melakukan kegiatan untuk mencapai berbagai sasaran yang menunjang terwujudnya tujuan pembangunan nasional.
Peraturan dalam membangun bangunan di Indonesia diatur dalam berbagai macam peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah contohnya adalah Peraturan Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan juga Peraturan Presiden No 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.


1.2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan tinjauan di atas, pembangunan gedung harus memenuhi berbagai aspek yang sudah diatur oleh pemerintah di undang-undang. Pelaksanaanya juga harus sesuai dengan peraturan yang sudah ditetapkan dari berbagai aspek yang ada.
Berangkat dari latar belakang yang sudah disebutkan maka penulis mengangkat sebuah rumusan masalah yaitu:
“Bagaimana Tinjauan Perkembangan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002?”
“Bagaimana Isi tentang Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum?”
.




BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Bangunan Gedung
Sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung, dalam Pasal 1 dijelaskan bahwa “Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.
Undang-undang tentang Bangunan Gedung mengatur fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, termasuk hak dan kewajiban pemilik dan pengguna bangunan gedung pada setiap tahap penyelenggaraan bangunan gedung, ketentuan tentang peran masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah, sanksi, ketentuan peralihan, dan ketentuan penutup.
Keseluruhan maksud dan tujuan pengaturan tersebut dilandasi oleh asas kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan, dan keserasian bangunan gedung dengan lingkungannya, bagi kepentingan masyarakat yang berperikemanusiaan dan berkeadilan.

2.2. Fungsi Bangunan Gedung
Bangunan gedung memiliki fungsi yang juga dijelaskan di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung, berisi:
a.       Fungsi bangunan gedung meliputi fungsi hunian, keagamaan, usaha,
sosial dan budaya, serta fungsi khusus.
b.      Bangunan gedung fungsi hunian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
meliputi bangunan untuk rumah tinggal tunggal, rumah tinggal deret,
rumah susun, dan rumah tinggal sementara.
c.       Bangunan gedung fungsi keagamaan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) meliputi masjid, gereja, pura, wihara, dan kelenteng.
d.      Bangunan gedung fungsi usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
meliputi bangunan gedung untuk perkantoran, perdagangan,
perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal, dan
penyimpanan.
e.       Bangunan gedung fungsi sosial dan budaya sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) meliputi bangunan gedung untuk pendidikan,
kebudayaan, pelayanan kesehatan, laboratorium, dan pelayanan umum.
f.        Bangunan gedung fungsi khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
meliputi bangunan gedung untuk reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan
keamanan, dan bangunan sejenis yang diputuskan oleh menteri.
g.       Satu bangunan gedung dapat memiliki lebih dari satu fungsi.

Dari poin-poin yang disebutkan di atas, dapat kita lihat bahwa fungsi-fungsi bangunan gedung dijelaskan secara terperinci dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung ini.
Yang dimaksud dalam ayat 2 rumah tinggal sementara adalah bangunan gedung fungsi hunian yang tidak dihuni secara tetap seperti asrama, rumah tamu, dan sejenisnya.

2.3. Persyaratan Bangunan Gedung
Dalam  Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung juga dijelaskan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam proses pembangunan bangunan gedung tersebut.
Sebagaimana tercantum di pasal 7, syarat umum permbangunan bangunan gedung adalah:
a.       Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan
persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung.
b.      Persyaratan administratif bangunan gedung sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) meliputi persyaratan status hak atas tanah, status
kepemilikan bangunan gedung, dan izin mendirikan bangunan.
c.       Persyaratan teknis bangunan gedung sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan
keandalan bangunan gedung.
d.      Penggunaan ruang di atas dan/atau di bawah tanah dan/atau air untuk
bangunan gedung harus memiliki izin penggunaan sesuai ketentuan
yang berlaku.
e.       Persyaratan administratif dan teknis untuk bangunan gedung adat,
bangunan gedung semi permanen, bangunan gedung darurat, dan
bangunan gedung yang dibangun pada daerah lokasi bencana
ditetapkan oleh Pemerintah Daerah sesuai kondisi sosial dan budaya
setempat.
Selain persyaratan umum yang tercantum di pasal 7, terdapat berbagai persyaratan lain yang sudah diatur di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung, syarat-syarat tersebut adalah:
a.       Persyaratan Administratif Bangunan Gedung : Pasal 8
"Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif yang meliputi:
a)      Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah;
b)      Status kepemilikan bangunan gedung; dan
c)      Izin mendirikan bangunan gedung; sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku."
Pasal 8, ayat (4): "Ketentuan mengenai izin mendirikan bangunan gedung, kepemilikan, dan pendataan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah."

b.      Persyaratan Tata Bangunan : Pasal 9
                                                         i.            Persyaratan tata bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) meliputi persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan persyaratan pengendalian dampak lingkungan.
                                                       ii.            Persyaratan tata bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan lebih lanjut dalam rencana tata bangunan dan lingkungan oleh Pemerintah Daerah.
                                                      iii.            Ketentuan mengenai tata cara penyusunan rencana tata bangunan dan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.




c.       Persyaratan Peruntukan dan Intensitas Bangunan Gedung : Pasal 10-13
Pasal 10 :
                                                         i.            Persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) meliputi persyaratan peruntukan lokasi, kepadatan, ketinggian, dan jarak bebas bangunan gedung yang ditetapkan untuk lokasi yang bersangkutan.
                                                       ii.            Pemerintah Daerah wajib menyediakan dan memberikan informasi secara terbuka tentang persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung bagi masyarakat yang memerlukannya.
Pasal 11 :
                                                         i.            Persyaratan peruntukan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dilaksanakan berdasarkan ketentuan tentang tata ruang.
                                                       ii.            Bangunan gedung yang dibangun di atas, dan/atau di bawah tanah, air, dan/atau prasarana dan sarana umum tidak boleh mengganggu keseimbangan lingkungan, fungsi lindung kawasan, dan/atau fungsi prasarana dan sarana umum yang bersangkutan.
                                                      iii.            Ketentuan mengenai pembangunan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 12 :
                                                         i.            Persyaratan kepadatan dan ketinggian bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) meliputi koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan, dan ketinggian bangunan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan untuk lokasi yang bersangkutan.
                                                       ii.            Persyaratan jumlah lantai maksimum bangunan gedung atau bagian bangunan gedung yang dibangun di bawah permukaan tanah harus mempertimbangkan keamanan, kesehatan, dan daya dukung lingkungan yang dipersyaratkan.
                                                      iii.            Bangunan gedung tidak boleh melebihi ketentuan maksimum kepadatan dan ketinggian yang ditetapkan pada lokasi yang bersangkutan.
                                                     iv.            Ketentuan mengenai tata cara perhitungan dan penetapan kepadatan dan ketinggian sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 13 :
                                                         i.            Persyaratan jarak bebas bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) meliputi:
·        Garis sempadan bangunan gedung dengan as jalan, tepi sungai, tepi pantai, jalan kereta api, dan/atau jaringan tegangan tinggi;
·        Jarak antara bangunan gedung dengan batas-batas persil, dan jarak antara as jalan dan pagar halaman yang diizinkan pada lokasi yang bersangkutan.
                                                       ii.            Persyaratan jarak bebas bangunan gedung atau bagian bangunan gedung yang dibangun di bawah permukaan tanah harus mempertimbangkan batas-batas lokasi, keamanan, dan tidak mengganggu fungsi utilitas kota, serta pelaksanaan pembangunannya.
                                                      iii.            Ketentuan mengenai persyaratan jarak bebas bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

d.      Persyaratan Arsitektur Bangunan Gedung : Pasal 14
                                                         i.            Persyaratan arsitektur bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) meliputi persyaratan penampilan bangunan gedung, tata ruang dalam, keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan gedung dengan lingkungannya, serta pertimbangan adanya keseimbangan antara nilai-nilai sosial budaya setempat terhadap penerapan berbagai perkembangan arsitektur dan rekayasa.
                                                       ii.            Persyaratan penampilan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memperhatikan bentuk dan karakteristik arsitektur dan lingkungan yang ada di sekitarnya.
                                                      iii.             Persyaratan tata ruang dalam bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memperhatikan fungsi ruang, arsitektur bangunan gedung, dan keandalan bangunan gedung.
                                                     iv.            Persyaratan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan gedung dengan lingkungannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus mempertimbangkan terciptanya ruang luar bangunan gedung, ruang terbuka hijau yang seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungannya.
                                                       v.            Ketentuan mengenai penampilan bangunan gedung, tata ruang dalam, keseimbangan, dan keselarasan bangunan gedung dengan lingkungannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

e.       Persyaratan Pengendalian Dampak Lingkungan : Pasal 15
                                                         i.            Penerapan persyaratan pengendalian dampak lingkungan hanya berlaku bagi bangunan gedung yang dapat menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan.
                                                       ii.            Persyaratan pengendalian dampak lingkungan pada bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

f.        Persyaratan Keandalan Bangunan Gedung : Pasal 16
                                                         i.            Persyaratan keandalan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3), meliputi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan.
                                                       ii.            Persyaratan keandalan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan berdasarkan fungsi bangunan gedung.

g.       Persyaratan Keselamatan : Pasal 17-20
Pasal 17 :
                                                         i.            Persyaratan keselamatan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) meliputi persyaratan kemampuan bangunan gedung untuk mendukung beban muatan, serta kemampuan bangunan gedung dalam mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran dan bahaya petir.

Pasal 18 :
                                                         i.            Persyaratan kemampuan struktur bangunan gedung yang stabil dan kukuh dalam mendukung beban muatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) merupakan kemampuan struktur bangunan gedung yang stabil dan kukuh sampai dengan kondisi pembebanan maksimum dalam mendukung beban muatan hidup dan beban muatan mati, serta untuk daerah/zona tertentu kemampuan untuk mendukung beban muatan yang timbul akibat perilaku alam.
Pasal 19 :
                                                         i.            Pengamanan terhadap bahaya kebakaran dilakukan dengan sistem proteksi pasif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) meliputi kemampuan stabilitas struktur dan elemennya, konstruksi tahan api, kompartemenisasi dan pemisahan, serta proteksi pada bukaan yang ada untuk menahan dan membatasi kecepatan menjalarnya api dan asap kebakaran.
Pasal 20 :
                                                         i.            Pengamanan terhadap bahaya petir melalui sistem penangkal petir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (4) merupakan kemampuan bangunan gedung untuk melindungi semua bagian bangunan gedung, termasuk manusia di dalamnya terhadap bahaya sambaran petir.

h.       Persyaratan Kesehatan : Pasal 21-25
Pasal 21 :
                                                         i.            Persyaratan kesehatan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) meliputi persyaratan sistem penghawaan, pencahayaan, sanitasi, dan penggunaan bahan bangunan gedung.


Pasal 22 :
                                                         i.            Sistem penghawaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 merupakan kebutuhan sirkulasi dan pertukaran udara yang harus disediakan pada bangunan gedung melalui bukaan dan/atau ventilasi alami dan/atau ventilasi buatan.
Pasal 23 :
                                                         i.            Sistem pencahayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 merupakan kebutuhan pencahayaan yang harus disediakan pada bangunan gedung melalui pencahayaan alami dan/atau pencahayaan buatan, termasuk pencahayaan darurat.
Pasal 24 :
                                                         i.            Sistem sanitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 merupakan kebutuhan sanitasi yang harus disediakan di dalam dan di luar bangunan gedung untuk memenuhi kebutuhan air bersih, pembuangan air kotor dan/atau air limbah, kotoran dan sampah, serta penyaluran air hujan.
Pasal 25 :
                                                         i.            Penggunaan bahan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 harus aman bagi kesehatan pengguna bangunan gedung dan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.

i.         Persyaratan Kenyamanan : Pasal 26
                                                         i.            Persyaratan kenyamanan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) meliputi kenyamanan ruang gerak dan hubungan antarruang, kondisi udara dalam ruang, pandangan, serta tingkat getaran dan tingkat kebisingan.
                                                       ii.            Kenyamanan ruang gerak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tingkat kenyamanan yang diperoleh dari dimensi ruang dan tata letak ruang yang memberikan kenyamanan bergerak dalam ruangan.
                                                      iii.            Kenyamanan hubungan antarruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tingkat kenyamanan yang diperoleh dari tata letak ruang dan sirkulasi antarruang dalam bangunan gedung untuk terselenggaranya fungsi bangunan gedung.

j.        Persyaratan Kemudahan : Pasal 27-32
Pasal 27 :
                                                         i.            Persyaratan kemudahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) meliputi kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam bangunan gedung, serta kelengkapan prasarana dan sarana dalam pemanfaatan bangunan gedung.
Pasal 28 :
                                                         i.            Kemudahan hubungan horizontal antarruang dalam bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) merupakan keharusan bangunan gedung untuk menyediakan pintu dan/atau koridor antar ruang.
Pasal 29 :
                                                         i.            Kemudahan hubungan vertikal dalam bangunan gedung, termasuk sarana transportasi vertikal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) berupa penyediaan tangga, ram, dan sejenisnya serta lift dan/atau tangga berjalan dalam bangunan gedung.
Pasal 30 :
                                                         i.            Akses evakuasi dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) harus disediakan di dalam bangunan gedung meliputi sistem peringatan bahaya bagi pengguna, pintu keluar darurat, dan jalur evakuasi apabila terjadi bencana kebakaran dan/atau bencana lainnya, kecuali rumah tinggal.
Pasal 31 :
                                                         i.            Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) merupakan keharusan bagi semua bangunan gedung, kecuali rumah tinggal.
Pasal 32 :
                                                         i.            Kelengkapan prasarana dan sarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) merupakan keharusan bagi semua bangunan gedung untuk kepentingan umum.

k.      Persyaratan Bangunan Gedung Fungsi Khusus : Pasal 33.
                                                         i.            Persyaratan administratif dan teknis untuk bangunan gedung fungsi khusus, selain harus memenuhi ketentuan dalam Bagian Kedua, Bagian Ketiga, dan Bagian Keempat pada Bab ini, juga harus memenuhi persyaratan administratif dan teknis khusus yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang.
Jika kita lihat dari poin-poin di atas, dalam prosesnya pembangunan sebuah bangunan gedung harus tetap memenuhi semua aspek yang sudah ditentukan, jika ada yang tidak terpenuhi maka aka nada sanksi yang ditetapkan bagi penyelenggara pembangunan bangunan gedung tersebut.
Selain mengatur tentang persyaratan bangunan gedung, UU Bangunan gedung juga mengatur mengenai hak dan kewajiban pemilik bangunan.
[1] Aspek Hukum Bangunan Gedung Berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002. https://www.hukumproperti.com/rangkuman-peraturan/aspek-hukum-bangunan-gedung-berdasarkan-undang-undang-nomor-28-tahun-2002/ (diakses pada 17 Oktober 2017).
1.      Pemilik bangunan gedung mempunyai hak yaitu antara lain:
a.       melaksanakan pembangunan bangunan gedung setelah mendapatkan pengesahan dari Pemerintah Daerah atas rencana teknis bangunan gedung yang telah memenuhi persyaratan;
b.      mendapatkan surat ketetapan serta insentif untuk bangunan gedung dan/atau lingkungan yang dilindungi dan dilestarikan dari Pemerintah Daerah;
c.       mengubah fungsi bangunan setelah mendapat izin tertulis dari Pemerintah Daerah;
d.      mendapatkan ganti rugi apabila bangunannya dibongkar oleh Pemerintah Daerah atau pihak lain yang bukan diakibatkan oleh kesalahannya.
2.      Pemilik bangunan gedung mempunyai kewajiban yaitu antara lain:
a.       melaksanakan pembangunan sesuai dengan rencana teknis bangunan gedung;
b.      memiliki IMB;
c.       meminta pengesahan dari Pemerintah Daerah atas perubahan rencana teknis bangunan gedung pada tahap pelaksanaan bangunan.
3.      Pemilik dan pengguna bangunan gedung mempunyai hak yaitu antara lain:
a.       mengetahui tata cara atau proses penyelenggaraan bangunan gedung;
b.      mendapatkan keterangan tentang peruntukan lokasi dan intensitas bangunan pada lokasi dan/atau ruang tempat bangunan akan dibangun;
c.       mendapatkan keterangan tentang ketentuan persyaratan keandalan dan kelayakan bangunan gedung;
d.      mendapatkan keterangan tentang bangunan gedung dan/atau lingkungan yang harus dilindungi dan dilestarikan.
4.      Pemilik dan pengguna bangunan gedung mempunyai kewajiban yaitu antara lain:
a.       memanfaatkan serta memelihara bangunan gedung sesuai dengan fungsinya secara berkala;
b.      melengkapi petunjuk pelaksanaan pemanfaatan dan pemeliharaan bangunan gedung;
c.       membongkar bangunan gedung yang telah ditetapkan dapat mengganggu keselamatan dan ketertiban umum serta tidak memiliki perizinan yang disyaratkan.
Peraturan Presiden (Perpres) adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan perintah Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan. Definisi tersebut ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Peraturan Presiden yang dibuat oleh Presiden mengandung dua makna. Pertama, Peraturan Presiden dibuat oleh Presiden atas inisiatif dan prakarsa sendiri untuk melaksanakan Undang-Undang sehingga kedudukannya sederajat dengan Peraturan Pemerintah. Kedua, maksud pembuatan Peraturan Presiden ditujukan untuk mengatur materi muatan yang diperintahkan oleh Peraturan Pemerintah sehingga kedudukannya menjadi jelas berada di bawah Peraturan Pemerintah.
Sedangkan dalam analisa terhadap Peraturan Presiden No. 36 tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, sebagai berikut  :
1. Tentang kedudukan Peraturan Presiden sebagai suatu sumber hukum ; Dalam pasal 7 ayat (1) Undang-undang No. 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, menyebutkan bahwa : “jenis dan hirarki peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut : a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 b. Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang c. Peraturan Pemerintah d. Peraturan Presiden e. Peraturan Daerah.”
Memperhatikan ketentuan dalam undang-undang tersebut, dapat dilihat  adanya perbedaan dengan peraturan sebelumnya yang berkaitan dengan hirarki perundang-undangan, sekurang-kurangnya dalam ketentuan UU N0. 10 tahun 2004 mengatur, bahwa :

1.Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat tidak lagi menjadi sumber hukum;
2.Undang-undang dan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-undang menjadi sejajar atau sederajat;
3.Dikenalnya sumber hukum Peraturan Presiden ( Perpres ).
Berdasarkan ketentuan pasal 11 Undang-undang No. 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, menyatakan bahwa: “Materi muatan Peraturan Presiden berisi materi yang diperintahkan oleh Undang-undang atau materi untuk melaksanakan Peraturan Presiden”.
Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa Peraturan Presiden ditetapkan dalam rangka melaksanakan materi yang diperintahkan oleh Undang-undang atau materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah. Sehingga dari pengertian tersebut dapat juga dikatakan bahwa dibentuknya Peraturan Presiden setelah adanya Undang-undang ataupun Peraturan Pemerintah, yang apabila dapat dikatakan dimana Undang-undang dan Peraturan Pemerintah tersebut merupakan komponen induknya dan Peraturan Presiden sebagai komponen pelaksana atau berfungsi sebagai alat administrasi negara dalam melaksanakan Undang-undang dan/atau Peraturan Pemerintah.
Peraturan Presiden No. 36 tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Pertanyaan sebagaimana dimaksud diatas, menjadi lebih sering di dengar setelah ditetapkannya Peraturan Presiden No. 36 tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, oleh Presiden Republik Indonesia Soesilo Bambang Yudhoyono, pada tanggal 3 Mei 2005.
Telah diketahui bersama bahwa keluarnya Peraturan Presiden No. 36 tahun 2005 merupakan salah satu tindak lanjut dari Infrastucture Summit 2005. Artinya bahwa Peraturan Presiden tersebut bukanlah merupakan materi yang diperintahkan oleh Undang-undang atau materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah, sehingga secara formil Peraturan Presiden No. 36 tahun 2005 adalah cacat hukum dan harus dicabut oleh Presiden.
Peraturan Presiden No 36 Tahun 2005 diterbitkan karena Keputusan Presiden No 55 Tahun 1993 dipandang tidak sesuai lagi sebagai landasan hokum pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum. Pepres no 36/2005 dinilai bersifat represif dan lebih berpihak pada pihak swasta/investor daripada Keppres no 55/1993.

2.4. Peran Masyarakat
Setelah mengetahui berbagai fungsi dan persyaratan dalam pembangunan bangunan gedung, peran serta masyarakat juga perlu diwujudkan dalam penyelenggaran bangunan gedung. Peran tersebut sebagaimana tertera di pasal 42 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung adalah:
a.       Memantau dan menjaga ketertiban penyelenggaraan.
b.      Memberi masukan kepada Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah
dalam penyempurnaan peraturan, pedoman, dan standar teknis di
bidang bangunan gedung.
c.       Menyampaikan pendapat dan pertimbangan kepada instansi yang
berwenang terhadap penyusunan rencana tata bangunan dan
lingkungan, rencana teknis bangunan gedung tertentu, dan kegiatan
penyelenggaraan yang menimbulkan dampak penting terhadap
lingkungan.
d.      Melaksanakan gugatan perwakilan terhadap bangunan gedung yang
mengganggu, merugikan, dan/atau membahayakan kepentingan
umum.
Jika kita melihat dan membaca poin-poin diatas maka masyarakat diharap juga memiliki peran aktif untuk mengawasi, memberikan masukan, menyampaikan pendapat, dan melaksanakan gugatan jika pembangunan gedung dinilai dapat merugikan atau membahayakan kepentingan umum.




BAB III
PENUTUP

3.1. KESIMPULAN
Dalam pelaksanaannya, pembangunan sebuah bangunan gedung harus mempertimbangkan berbagai aspek, baik dari aspek izin, aspek keselamatan, kenyamanan dan berbagai aspek lainnya. Jika salah satu dari aspek yang saling berhubungan satu sama lain tersebut tidak terpenuhi maka dalam perjalannya bangunan gedung tersebut akan menuai banyak masalah.
Segala macam pengertian, fungsi, persyaratan, sanksi dan poin penting lainnya sudah tertera di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung, tinggal bagaimana penyelenggara pembangunan gedung dapat mengaplikasikan berbagai peraturan yang sudah tertera sangat jelas dan terperinci di dalamnya. Dan Peraturan Presiden No 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Tujuan dari adanya hukum pembangunan di Indonesia adalah:
a.    Mewujudkan bangunan gedung yang fungsional dan sesuai dengan tata bangunan gedung yang serasi dan selaras dengan lingkungannya.
b.    Mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan gedung yang menjamin keandalan teknis bangunan gedung dari segi keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan.
c.    Mewujudkan kepastian hokum dalam penyelenggaraan bangunan gedung.
Bagi masyarakat, peran serta dalam pembangunan bangunan gedung ini juga harus tetap aktif. Cara yang bisa dilakukan adalah memantau dan menjaga ketertiban penyelenggaraan pembangunan, memberi masukan kepada pemerintah tentang penyempurnaan peraturan bangunan gedung, maupun melaksanakan gugatan jika dalam perjalanannya bangunan gedung mengganggu, merugikan, dan/atau membahayakan kepentingan umum.

BAB IV
DAFTAR PUSAKA

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (“UU Bangunan Gedung”)
Peraturan Presiden No 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.