Selasa, 26 Desember 2017

UNDANG – UNDANG PERBURUHAN

BAB I
PENDAHULUAN


1.1.LATAR BELAKANG
Buruh / Tenaga Kerja adalah manusia yang menggunakan tenaga dan kemampuannya untuk mendapatkan balasan berupa pendapatan baik berupa uang maupun bentuk lainya kepada Pemberi Kerja atau pengusaha atau majikan. “Buruh” berkonotasi sebagai pekerja rendahan, hina, kasaran dan sebagainya. Sedangkan pekerja, Tenaga kerja dan Karyawan adalah sebutan untuk buruh yang lebih tinggi, dan diberikan cenderung kepada buruh yang tidak memakai otot tetapi otak dalam melakukan kerja. Akan tetapi pada intinya sama yaitu pekerja.
Buruh memiliki hak dan kewajiban, dimana hak buruh utamanya adalah mendapatkan pendapatan dan kewajiban berupa mengerjakan porsi kerja yang diberikan oleh si pemberi kerja. Agar hak dan kewajiban buruh tidak saling tumpang tindih dan saling menyalahi, maka perlu adanya sebuah tatanan hukum yang mengatur hak dan kewajiban dari buruh tersebut, atau disebut hukum perburuhan.
Hukum Perburuhan adalah bagian dari hukum yang berlaku yang pada pokoknya mengatur hubungan antara tenaga kerja dan pengusaha, antara tenaga kerja dengan tenaga kerja dan antara tenaga kerja dengan penguasa.
1.2.RUMUSAN MASALAH
1.      Undang–Undang Perburuhan tentang Hubungan Kerja
2.      UU No. 12 Tahun 1948 (Kriteria Status dan Perlindungan Buruh)
3.      UU No. 12 Tahun 1964 (Pemutusan Hubungan Kerja)
1.3.  TUJUAN
     Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui apa saja isi dari UU yang mengatur tentang Perburuhan, apa saja kriteria status dan perlindungan buruh, serta tentang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).








BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Undang – Undang Perburuhan

A.     Pengertian Hukum Perburuhan
Pengertian tenaga kerja dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, Tenaga kerja adalah   tiap   orang   yang   mampu melaksanakan   pekerjaannya   baik   di dalam   maupun  di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk mengetahui kebutuhan masyarakat. Hukum ketenagakerjaan itu adalah suatu himpunan peratuaran yang mengatur hubungan hukum antara   pekerja,   majikan   atau   pengusaha,   organisasi   pekerja,   organisasi   pengusaha,   dan pemerintah. Berikut adalah penjelasan Menurut para ahli :
·        Menurut Moleenar, bahwa Hukum Ketenagakerjaan adalah sebagian dari hukum yang berlaku pada pokoknya mengatur hubungan antara tenaga kerja dengan pengusaha.
·        Menurut Mr. G. Lavenbach, bahwa Hukum Ketenagakerjaan adalah hukum yang berkenaan dengan hubungan kerja, dimana pekerjaan itu dilakukan di bawah pimpinan dan dengan keadaan penghidupan yang langsung bersangkut paut dengan hubungan kerja itu.
·        Menurut Mr. N.E.H. Van Esveld, bahwa Hukum Ketenagakerjaan adalah tidak hanya meliputi hubungan kerja dimana pekerjaan itu dibawah pimpinan, tetapi meliputi pula pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja yang melakukan pekerjaan atas tanggungjawab resiko sendiri.
·        Menurut Mr. Mok, bahwa Hukum Ketenagakerjaan adalah hukum yang berkenaan dengan pekerjaan yang dilakukan dibawah pimpinan orang lain dan dengan penghidupan yang layak langsung bergantung pada pekerjaan itu.

B.     Sejarah Hukum Perburuhan
Asal mula adanya Hukum Ketanagakerjaan di Indonesia terdiri dari beberapa fase jika kita lihat pada abad 120 SM. Ketika bangsa Indonesia ini mulai ada sudah dikenal adanya hukum gotong royong antara anggota masyarakat. Dimana sifat gotong royong ini memiliki nilai luhur dan diyakini membawa kemakmuran karena memiliki kebaikan, kebijakan, dan hikmah bagi semua orang, serta gotong royong ini nantinya menjadi sumber terbentuknya hukum ketenaga kerjaan adat. Dimana walaupun peraturannya tidak secara tertulis, namun hukum ketenagakerjaan adat ini merupakan identitas bangsa yang mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia dan merupakan penjelmaan dari jiwa bangsa Indonesia dari abad keabad.




C.     Sumber Hukum Perburuhan atau Hukum Ketenagakerjaan
·         Peraturan Perundangan (Undang-Undang dalam arti Material)
Tiap peraturan yang mengikat dengan sah yang datang dari pemerintah yang mencakup umum atau setiap warga negara. Undang-undang dalam arti Formal adalah peraturan yang dibuat oleh alat perlengkapan negara untuk membentuk Undang-undang.
·         Adat dan Kebhukumaan
Mengatur kehidupan masyarakat didasarkan pada aturan-aturan yang tidak tertulis dan berdasarkan kebhukumaan.
·         Keputusan-keputusan Pejabat-pejabat dan Badan-badan Pemerintah
Peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh instansi-instansi administratif, yang didasarkan  Undang-undang
·         Traktat.
Traktat adalah satu perjanjian kenegaraan yang dilakukan oleh dua Negara atau lebih.
·         Peraturan Kerja.
Satu peraturan yang mengatur tentang syarat-syarat kerja yang ditetapkan oleh pengusaha berlaku untuk semua karyawan.
·         Perjanjian Kerja dan Perjanjian Perburuhan (Kesepakatan Kerja Bersama).

D.     Azaz Hukum Ketenagakerjaan
Pembangunan ketenagakerjaan diselenggarakan atas asas keterpaduan dengan melalui koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan daerah artinya asas pembangunan ketanagakerjaan pada dasarnya sesuai dengan asas pembangunan nasional khususnya asas demokrasi pancasila serta asas adil dan merata.

E.      Ruang Lingkup
Ruang lingkup ketenagakerjaan meliputi : pra kerja, masa dalam hubungan kerja, masa purna kerja (post employment). Jangkauan hukum ketenagakerjaan lebih luas bila dibandingkan dengan hukum perdata sebagaimana diatur dalam buku III title 7A yang lebih menitik beratkan pada aktivitas tenaga kerja dalam hubungan kerja.

F.      Pelaksaan Hubungan Kerja di Indonesia
Pasal 1 angka 15 UU no.13 th. 2003 disebutkan bahwa :
a. Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja atau buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur-unsur pekerjaan, upah, dan perintah.
b. Hubungan kerja adalah suatu hubungan pengusaha dan pekerja yang timbul dari perjanjian kerja yang diadakan untuk waktu tertentu namun waktu yang tidak tertentu.




G.     Perjanjian Kerja
Pasal 1313 KUHPerdata yang berbunyi “perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya.”
Pengertian perjanjian kerja dalam KUHPerdata , pasal 1601 titel VII A buku III tentang perjanjian untuk melakukan pekerjaan yang menyatakan bahwa :
“selain perjanjian-perjanjian untuk melakukan sementara jasa-jasa yang diatur oleh ketentuan yang khusus untuk itu dan untuk syarat-syarat yang di perjanjikan dan jika itu tidak ada, oleh karena kebhukumaan , maka ada dua macam perjanjian dengan mana pihak yang lain dengan menerima upah, perjanjian perburuhan dan pemborong pekerjaan.”

H.     Unsur dalam Perjanjian Kerja
KUHPerdata pasal 1320 (menurut pasal 1338 (1) ) menyatakan sahnya perjanjian:
·                     Mereka sepakat untuk mengakibatkan diri
·                     Cakap untuk membuat suatu perikatan
·                     Suatu hal tertentu
·                     Suatu sebab yang halal
Syarat subjektif: mengenai subjek perjanjian dan akibat hukum menurut M.G Rood (pakar hukum perburuhan dari Belanda ), 4 unsur syarat perjanjian kerja :
·                     Adanya unsur work (pekerjaan )
Dalam suatu perjanjian kerja haruslah ada pekerjaan yang jelas yang dilakukan oleh pekerja dan sesuai denagan yang tercantum dalam perjanjian yang telah disepakati dengan ketentuan–ketentuan yang tercantum dalam UU no.13 thn. 2003
·                     Adanya unsur service (pelayanan)
·                     Adanya unsur time (waktu )
·                     Adanya unsur pay (upah )

I.        Bentuk Perjanjian Kerja
·         Tertulis : Diperuntuk perjanjian-perjanjian yang sifatnya tertentu atau adanya kesepakatan para pihak, bahwa perjanjian yang dibuatnya itu menginginkan dibuat secara tertulis , agar adanya kepastian hukum
·         Tidak tertulis : Bahwa perjanjian yang oleh undang-undang tidak disyaratkan dalam bentuk tertulis

J.       Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian Kerja
a.       Kewajiban Buruh / Pekerja
·         Buruh/Pekerja wajib melakukan pekerjaan; melakukan pekerjaan adalah tugas utama dari seorang pekerja yang harus dilakukan sendiri, meskipun demikian dengan seizin pengusaha dapat diwakilkan.
·         Buruh/Pekerja wajib menaati peraturan dan petunjuk majikan/pengusaha; dalam melakukan pekerjaan buruh/pekerja wajib menaati petunjuk yang diberikan oleh pengusaha. Aturan yang wajib ditaati oleh pekerja sebaiknya dituangkan dalam peraturan perusahaan sehingga menjadi lebih jelas ruang lingkup dari petunjuk tersebut.
·         Kewajiban membayar ganti rugi dan denda; jika buruh/pekerja melakukan perbuatan yang merugikan perusahaanbaik karena kesengajaan atau kelalaian, maka sesuatu dengan prinsip hukum pekerja wajib membayar ganti rugi dan denda”.

b.      Kewajiban Pengusaha
·        Kewajiban membayar upah; dalam hubungan kerja kewajiban utama pengusaha adalah membayar upah kepada pekerjanya secara tepat waktu. Ketentuan tentang upah ini juga telah mengalami perubahan pengaturan ke arah hukum publik dengan adanya campur tangan Pemerintah dalam menetapkan besarnya upah terendah yang harus dibayar pengusaha yang dikenal dengan upah minimum, maupun pengaturan upah dalam Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981Tentang Perlindungan Upah.
·        Kewajiban memberikan istrahat/cuti; pihak majikan/ pengusaha diwajibkan untuk memberikan istrahat tahunan kepada pekerja secara teratur. Cuti tahunan lamanya 12(dua belas) hari kerja. Selain itu pekerja juga berhak atas cuti panjang selama 2 (dua) bulan setelah bekerja terus-menerus selama 6 (enam) bulan pada suatu perusahaan(Pasal 79 ayat 2 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan).
·        Kewajiban mengurus perawatan dan pengibatan; majikan/pengusaha wajib mengurus perawatan/pengobatan bagi pekerja yang bertempat tinggal dirumah majikan (Pasal 1602xKUHPerdata). Dalam perkembangan hukum ketenagakerjaan, kewajiban ini tidak hanya terbatas bagi pekerja yang bertempat tinggal dirumah majikan. Perlindungan bagi tenaga kerja yang sakit, kecelakaan, dan kematian telah dijamin melalui perlindingan Jamsostek sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jamsostek dan sekarang telah dirubah menjadi BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Ketenagakerjaan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL.
·        Kewajiban memberikan surat keterangan; kewajiban ini didasarkan pada ketentuan Pasal 1602a KUHPerdata yang menentukan bahwa majikan/pengusaha wajib memberikan surat keterangan yang diberi tanggal dan dibubuhi tanda tangan. Dalam surat keterangan tersebut dijelaskan mengenai sifat pekerjaan yang dilakukan, lamanya hubungan kerja (masa kerja). Surat keterangan itu juga diberikan meskipu inisiatif PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) datangnya dari pihak pekerja. Surat keterangan tersebut sebagai bekal pekerja dalam mencari pekerjaan baru, sehingga dia diperlakukan sesuai dengan pengalaman pekerjaannya.


c.       Hak Buruh / Pekerja
·        Hak mendapat upah/gaji (Pasal 1602 KUH Perdata, Pasal 88 s/d 97 Undang-undang No. 13 Tahun 2003, Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah
·        Hak atas pekerjaan dan penghasilan yang layak bagi kemanusiaan (Pasal 4 Undang-undang No. 13 Tahun 2003)
·        Hak bebas memilih dan pindah pekerjaan sesuai bakat dan kemampuannya (Pasal 5 Undang-undang No. 13 Tahun 2003)
·        Hak atas pembinaan keahlian kejuruan untuk memperoleh serta menambah keahlian dan keterampilan lagi ( Pasal 9 Undang-undang No. 13 Tahun 2003)
·        Hak mendapatkan perlindungan atas keselamatan, kesehatan serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama (Pasal 3 Undang-undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek)
·        Hak mendirikan dan menjadi anggota Perserikatan Tenaga Kerja (Pasal 104 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 jo. Undang-undang No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh )
·        Hak atas istirahat tahunan, tiap-tiap kali setelah ia mempunyai masa kerja 12 (dua belas) bulan berturut-turut pada satu majikan atau beberapa majikan dari satu organisasi majikan (Pasal 79 Undang-undang No. 13 Tahun 2003)
·        Hak atas upah penuh selama istirahat tahunan ( Pasal 88-98 Undang-undang No. 13 Tahun 2003)
·        Hak atas suatu pembayaran penggantian istirahat tahunan, bila pada saat diputuskan hubungan kerja ia sudah mempunyai masa kerja sedikit-dikitnya enam bulan terhitung dari saat ia berhak atas istirahat tahunan yang terakhir; yaitu dalam hal bila hubungan kerja diputuskan oleh majikan tanpa alasan-alasan mendesak yang diberikan oleh buruh, atau oleh buruh karena alasan-alasan mendesak yang diberikan oleh Majikan (Pasal 150-172 Undang-undang No. 13 Tahun 2003)
·        Hak untuk melakukan perundingan atau penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui bipartit, mediasi, konsiliasi, arbitrase dan penyelesaian melalui pengadilan (Pasal 6-115 Undang-undang No. 2 Tahun 2004)
d.      Hak Pengusaha
·        Berhak sepenuhnya atas hasil kerja pekerja.
·        Berhak atas ditaatinya aturan kerja oleh pekerja, termasuk pemberian sanksi
·        Berhak atas perlakuan yang hormat dari pekerja
·        Berhak melaksanakan tata tertib kerja yang telah dibuat oleh pengusaha


2.2  Undang – Undang No. 12 Tahun 1948 Tentang Kriteria Status dan Perlindungan Buruh
Undang-undang ini menjelaskan tentang aturan-aturan terhadap pekerja buruh dalam hal persyaratan untuk menjadi seorang buruh, pengaturan jam kerja dan jam istirahat, pemberian upah, perlindungan terhadap buruh perempuan, tempat kerja dan perumahan buruh, tanggung jawab, pengusutan pelanggaran, dan aturan tambahan.
Undang-undang ini berfungsi untuk melindungi buruh dari hal-hal yang tidak diharapkan.
Adanya bunyi dari Undang-Undang Perburuhan No.12 Th 1948 :
Pasal10.
(1) Buruh tidak boleh menjalankan pekerjaan lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu. Jikalau pekerjaan dijalankan pada malam hari atau berbahaya bagi kesehatan atau keselamatan buruh, waktu kerja tidak boleh lebih dari 6 jam sehari dan 35 jam seminggu.
(2) Setelah buruh menjalankan pekerjaan selama 4 jam terus menerus harus diadakan waktu istirahat yang sedikitsedikitnya setengah jam lamanya; waktu istirahat itu tidak termasuk jam bekerja termaksud dalam ayat 1.
Pasal 12
(1)Dalam hal-hal, dimana pada suatu waktu atau hukumanya pada tiap-tiap waktu atau dalam masa yang tertentu ada pekerjaan yang bertimbun-timbun yang harus lekas diselesaikan, boleh dijalankan pekerjaan dengan menyimpang dari yang ditetapkan dalam pasal 10 dan 11, akan tetapi waktu kerja itu tidak boleh lebih dari 54 jam seminggu.
Aturan ini tidak berlaku terhadap pekerjaan yang berbahaya bagi kesehatan atau keselamatan buruh.
(2) Dalam Peraturan Pemerintah akan ditetapkan hal-hal termaksud dalam ayat (1) beserta syarat-syarat untuk menjaga kesehatan dan keselamatan buruh.

Pasal 13 ayat 2
(2) Buruh Wanita harus diberi istirahat selama satu setengah bulan sebelum saatnya ia menurut perhitungan akan melahirkan anak dan satu setengah bulan sesudah melahirkan anak atau gugur-kandung.

Pasal 14
(1) Selain waktu istirahat seperti tersebut dalam pasal 10 dan 13, buruh yang menjalankan pekerjaan untuk satu atau beberapa majikan dari satu organisasi harus diberi idzin untuk beristirahat sedikit-sedikitnya dua minggu tiap-tiap tahun.
(2) Buruh yang telah bekerja 6 tahun berturut-turut pada suatu majikan atau beberapa majikan yang tergabung dalam satu organisasi mampunyai hak istirahat 3 bulan lamanya.




Pasal 15
(1) Dengan tidak mengurangi yang telah ditetapkan dalam pasal 10 ayat (1) dan (2), buruh harus diberi kesempatan yang sepatutnya untuk menjalankan kewajiban menurut agamanya.
(2) Pada hari 1 Mei buruh dibebaskan dari kewajiban bekerja.
Contoh studi kasus :
Contoh Studi Kasus 1 :
Didalam pasal 10 ayat 1, jelas sekali terpampang bahwa buruh tidak boleh bekerja lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu. Tetapi banyak kenyataan yang kita lihat. Para buruh banyak yang bekerja lebih dari waktu yang telah ditentukan dalam pasal tersebut.
Contoh Studi Kasus yang ke 2 :
Didalam Pasal 13. ayat 2, menyatakan bahwa “Buruh Wanita harus diberi istirahat selama satu setengah bulan sebelum saatnya ia menurut perhitungan akan melahirkan anak dan satu setengah bulan sesudah melahirkan anak atau gugur-kandung.”Kenyataannya, banyak para Buruh wanita yang dipaksa untuk untuk tetap bekerja walaupun dalam keadaan yang sangat tidak memungkinkan. Banyak para Buruh wanita yang masih disuruh bekerja oleh perusahaan dengan alasan kurangnya tenaga kerja.
CONTOH STUDI KASUS  : MARSINAH
Sembilan tahun yang lalu, pada 9 Mei 1993, jasad Marsinah ditemukan tergeletak di sebuah gubuk berdinding terbuka di pinggir sawah dekat hutan jati, di dusun Jegong, desa Wilangan, kabupaten Nganjuk, lebih seratus kilometer dari pondokannya di pemukiman buruh desa Siring, Porong. Jasad Marsinah ditemukan setelah hilang pada tanggal 5 Mei 1993. Jasadnya ditemukan setelah Marsinah terlibat aktif dalam pemogokan buruh PT Catur Putra Surya. Jasad Marsinah ditemukan setelah dia marah kepada Kodim Sidoarjo karena telah menangkap 13 teman Marsinah dan ditekan secara fisik dan psikologis dan dipaksa menandatangi surat PHK.
Marsinah adalah gambaran perempuan buruh korban kekejaman kapitalisme dan patriarki yang termanifestasi pada kolaborasi antara pengusaha  dan tentara. Kolaborasi antara pengusaha dan tentara bukan hal yang aneh, karena dalam konsep negara/pemerintah yang berpihak pada modal maka tentara akan selalu dibutuhkan dan digunakan untuk menjaga alat-alat produksi milik pemodal.
Pemerintah Orde Baru berupaya membuat pengadilan untuk menyelesaikan kasus pembunuhan Marsinah tetapi itu hanyalah drama bohong belaka, karena peradilan pada masa Orde Baru tersebut menutup-nutupi keterlibatan tentara (pada waktu itu ABRI).
Tubuh Marsinah ditemukan dalam keadaan penuh luka, pergelangan tangannya lecet bekas ikatan, tulang selangkangan dan vagina hancur (dari berbagai sumber). Kalau melihat kondisi tersebut sudah hampir dipastikan bahwa Marsinah selain mengalami kekerasan fisik juga mengalami kekerasan seksual.
Kini setelah 14 tahun reformasi, 19 tahun kematian Marsinah belum titik terang akan keberlanjutan untuk menyelesaikan kasus ini. Sudah sebanyak 3 kali makam Marsinah dibongkar dan Tim Pencari Fakta dibentuk untuk kebutuhan penyelidikan. Bahkan, pada tahun 2002 Komnas HAM berupaya untuk membuka kembali kasus Marsinah dan itu pun gagal menguak kembali pembunuh sebenarnya dalam kasus Marsinah.
Segala upaya yang dilakukan gagal karena setiap pemerintahan dalam era Reformasi tidak punya kemauan serius untuk menyelesaikan kasus pembunuhan Marsinah. Janji-janji untuk menyelesaikan kasus Marsinah dalam setiap pemilu hanya menjadi isapan jempol belaka.Anehnya, pihak Kodim kemudian menangkap, menyiksa, dan menjatuhkan vonis terhadap sejumlah management PT Catur Putra Surya dan seorang di antaranya dalam keadaan hamil muda, atas tuduhan telah membunuh Marsinah. Pada tahun 1993, dibentuk Komite Solidaritas Untuk Marsinah (KSUM) yang didirikan oleh beberapa LSM dan serikat buruh untuk menginvestigasi dan mengadvokasi pembunuhan Marsinah oleh Aparat Militer. Sampai saat ini matinya Marsinah merupakan peristiwa gelap yang belum dapat diketahui siapa pelaku pembunuhnya. Runyamnya, pada tahun 2012 ini kasus Marsinah akan ditutup karena dianggap telah mencapai batas waktu peradilan.

2.3. Undang – Undang No. 12 Tahun 1964 Tentang Pemutusan Hubungan Kerja
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah hal yang paling ditakuti oleh pekerja akan tetapi sangat lazim dan sering ditemui di Indonesia. Apa pun penyebab berakhirnya hubungan kerja antara perusahaan dan karyawannya disebut dengan PHK.
Dalam dunia kerja, kita lazim mendengar istilah Pemutusan Hubungan Kerja atau yang sering disingkat dengan kata PHK. PHK sering kali menimbulkan keresahan khususnya bagi para pekerja.
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan perusahaan/majikan. Hal ini dapat terjadi karena pengunduran diri, pemberhentian oleh perusahaan atau habis kontrak. Pemutusan bubungan kerja tidak boleh dilakukan secara sepihak dan sewenang-wenang, PHK hanya dapat dilakukan dengan alasan-alasan tertentu setelah diupayakan bahwa PHK tidak perlu terjadi.
Menurut UU No. 13 tahun 2003 mengenai Ketenagakerjaan, pihak perusahaan dapat saja melakukan PHK dalam berbagai kondisi seperti di bawah ini:
a.       Pengunduran diri secara baik-baik atas kemauan sendiri
Bagi pekerja yang mengundurkan diri secara baik-baik tidak berhak mendapat uang pesangon sesuai ketentuan pasal 156 ayat 2. Yang bersangkutan juga tidak berhak mendapatkan uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan pasal 156 ayat 3 tetapi berhak mendapatkan uang penggantian hak mendapatkan 1 kali ketentuan pasal 156 ayat 4.
Apabila pekerja tersebut mengundurkan diri secara mendadak tanpa mengikuti prosedur sesuai ketentuan yang berlaku (diajukan 30 hari sebelum tanggal pengunduran diri) maka pekerja tersebut hanya mendapatkan uang penggantian hak. Tetapi kalau mengikuti prosedur maka pekerja tersebut mendapatkan uang pisah yang besar nilainya berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja yang tertuang dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) atau peraturan perusahaan.
b.      Pengunduran diri secara tertulis atas kemauan sendiri karena berakhirnya hubungan kerja
Bagi pekerja kontrak yang mengundurkan diri karena masa kontrak berakhir, maka pekerja tersebut tidak mendapatkan uang pesangon sesuai ketentuan pasal 154 ayat 2 dan uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan pasal 156 ayat 3 juga uang pisah tetapi berhak atas penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat 4.
c.     Pengunduran diri karena mencapai usia pensiun.
Mengenai batasan usia pensiun perlu disepakati antara pengusaha dan pekerja dan dituangkan dalam perjanjian kerja bersama atau peraturan perusahaan. Batasan usia pensiun yang dimaksud adalah penentuan usia berdasarkan usia kelahiran dan berdasarkan jumlah tahun masa kerja.Contoh :
Seseorang pekerja dikatakan pensiun apabila sudah mencapai usia 55. Apabila seorang pekerja sudah mencapai usia 55 tahun maka secara otomatis dikategorikan pensiun walaupun masa kerjanya belum mencapai 25 tahun. Tetapi sebaliknya walaupun usianya belum mencapai 55 tahun tetapi lama masa kerja sudah mencapai 25 tahun berturut-turut di perusahaan yang sama maka pekerja tersebut dikategorikan pensiun. Apa pun kategori pensiunnya, pekerja tersebut berhak mendapat uang pesangon 2 kali ketentuan pasal 156 ayat 2 dan uang penghargaan masa kerja 1 kali ketentuan pasal 156 ayat 4 tetapi tidak berhak mendapat uang pisah
d.      Pekerja melakukan kesalahan berat
Kesalahan apa saja yang termasuk dalam kategori kesalahan berat?
  • Pekerja telah melakukan penipuan, pencurian, penggelapan barang dan atau uang milik perusahan.
  • Pekerja memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahan.
  • Pekerja mabuk, minum-minuman keras, memakai atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat aktif lainnya, dilingkungan kerja.
  • Melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja.
  • Menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi, teman sekerja atau perusahaan dilingkungan kerja.
  • Membujuk teman sekerja atau perusahaan untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan Undang-undang.
  • Dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan.
  • Dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau perusahaan dalam keadaan bahaya ditempat kerja.
  • Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara.
  • Melakukan perbuatan lainnya dilingkungan perusahaan yang diancam hukuman pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
Pekerja yang diputuskan hubungan kerjanya berdasarkan kesalahan berat hanya dapat memperoleh uang pengganti hak sedang bagi pekerja yang tugas dan fungsi tidak mewakili kepentingan perusahaan secara langsung,selain memperoleh uang pengganti, juga diberikan uang pisah yang besarnya diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, dan atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
e.       Pekerja ditahan pihak yang berwajib.
Perusahaan dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap pekerja setelah 6 (enam) bulan tidak melakukan pekerjaan yang disebabkan masih dalam proses pidana. Dalam ketentuan bahwa perusahaan wajib membayar kepada pekerja atau buruh uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ditambah uang pengganti hak.
Untuk Pemutusan Hubungan Kerja ini tanpa harus ada penetapan dari lembaga Penyelesaian Hubungan Industrial tetapi apabila Pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum 6 (enam) bulan dan pekerja dinyatakan tidak bersalah, perusahaan wajib mempekerjakan kembali.

f.        Perusahaan/perusahaan mengalami kerugian
·        Apabila perusahaan bangkrut dan ditutup karena mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun, perusahaan dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap pekerja.
·        Syaratnya adalah harus membuktikan kerugian tersebut dengan laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik. Dan perusahaan wajib memberikan uang pesangon 1 (satu) kali ketentuan dan uang pengganti hak.

g.      Pekerja mangkir terus menerus
Perusahaan dapat memutuskan hubungan kerja apabila pekerja tidak masuk selama 5 hari berturut-turut tanpa keterangan tertulis yang dilengkapi bukti-bukti yang sah meskipun telah dipanggil 2 kali secara patut dan tertulis oleh perusahaan. Dalam situasi seperti ini, pekerja dianggap telah mengundurkandiri. Keterangan dan bukti yang sah yang menunjukkan alasan pekerja tidak masuk, harus diserahkan paling lambat pada hari pertama pekerja masuk kerja dan untuk panggilan patut diartikan bahwa panggilan dengan tenggang waktu paling lama 3 hari kerja dengan di alamatkan pada alamat pekerja yang bersangkutan atau alamat yang dicatatkan pada perusahaan.
Pekerja yang di-PHK akibat mangkir,  berhak menerima uang pengganti hak dan uang pisah yang besarnya dalam pelaksanaannya diatur dalam Perjanjian kerja, Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama.

h.      Pekerja meninggal dunia
Hubungan kerja otomatis akan berakhir ketika pekerja meninggal dunia. Perusahaan berkewajiban untuk memberikan uang yang besarnya 2 kali uang pesangon, 1 kali uang penghargaan masa kerja, dan uang pengganti hak. Adapun sebagai ahli waris janda/duda atau kalau tidak ada anak atau juga tidak ada keturunan garis lurus keatas/kebawah selam tidak diatur dalam perjanjian kerja, Peraturan Perusahaan, Perjanjian Kerja Bersama.

 i.               Pekerja melakukan pelanggaran
Di dalam hubungan kerja ada suatu ikatan antara pekerja dengan perusahaan yang berupa perjanjian kerja , peraturan perusahaan,dan Perjanjian Kerja Bersama yang dibuat oleh perusahaan atau secara bersama-sama antara pekerja/serikat pekerja dengan perusahaan, yang isinya minimal hak dan kewajiban masing-msing pihak dan syarat-syarat kerja, dengan perjanjian yang telah disetujui oleh masing-masing pihak diharapkan didalam implementasinya tidak dilanggar oleh salah satu pihak.
Pelanggaran terhadap perjanjian yang ada tentunya ada sangsi yang berupa teguran lisan atau surat tertulis, sampai ada juga yang berupa surat peringatan. Sedang untuk surat peringatan tertulis dapat dibuat surat peringatan ke I, ke II, sampai ke III. Masing-masing berlakunya surat peringatan selam 6 bulan sehingga apabila pekerja sudah diberi peringatan sampai 3 kali berturut-turut dalam 6  bulan terhadap pelanggaran yang sama maka berdasarkan peraturan yang ada kecuali ditentukan lain yang ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan ,Perjanjian kerja Bersama, maka perusahaan dapat melakukan pemutusan hubungan kerja. Perusahaan Berkewajiban memberikan uang pesangon 1 dari ketentuan, uang penghargaan masa kerja 1 kali ketentuan dan uang pengganti hak yang besarnya ditentukan dalam peraturan yang ada.

j.    Perubahan status, penggabungan, pelemburan atau perubahan kepemilikan
Bagi pekerja yang diakhiri hubungan kerjanya karena alasan tersebut di atas maka :
Pekerja yang tidak bersedia melanjutkan hubungan kerjanya, pekerja tersebut berhak atas uang pesangon 1 kali sesuai ketentuan pasal 156 ayat 2 dan uang penghargaan masa kerja 1 kali sesuai pasal 156 ayat 3 dan uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat 4 dan tidak berhak mendapatkan uang pisah.
Perusahaan tidak bersedia menerima pekerja di perusahaannya maka bagi pekerja tersebut berhak atas uang pesangon 2 kali ketentuan pasal 156 ayat 2 dan uang penghargaan masa kerja pasal 156 ayat 3 dan uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat 4 dan tidak berhak mendapat uang pisah.


k.    Pemutusan Hubungan Kerja karena alasan Efisiensi
Bagi pekerja yang mengakhiri hubungan kerjanya karena efisiensi maka pekerja tersebut berhak atas uang pesangon 2 kali ketentuan pasal 156 ayat 3 dan uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat 3 dan uang penghargaan masa kerja 1 kali ketentuan pasal 156 ayat 4 tetapi tidak berhak mendapatkan uang pisah.

Perusahaan dilarang melakukan PHK dengan alasan:

·           Pekerja berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 bulan secara terus-menerus
·           Pekerja berhalangan menjalankan pekerjaannya, karena memenuhi terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
·           Pekerja menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya
·           Pekerja menikah
·           Pekerja perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya
·           Pekerja mempunyai pertalian darah dan atau ikatan perkawinan dengan pekerja lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama
·           Pekerja mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja, pekerja melakukan kegiatan serikat pekerja di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan perusahaan, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama
·           Pekerja yang mengadukan perusahaan kepada yang berwajib mengenai perbuatan perusahaan yang melakukan tindak pidana kejahatan Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan Pekerja dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.

Tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta
Menimbang :
Bahwa untuk lebih menjamin ketenteraman serta kepastian bekerja bagi kaum buruh yang disamping tani harus menjamin kekuatan pokok dalam revolusi dan harus menjadi soko guru masyarakat adil makmur, seperti tersebut dalam Manifesto Politik, beserta perinciannya, perlu segera dikeluarkan Undang-Undang tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta.

Pasal 1
(1) Pengusaha harus mengusahakan agar jangan terjadi Pemutusan Hubungan Kerja.
(2) Pemutusan hubungan kerja dilarang:
  1. Selama buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena keadaan sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan terus menerus.
  2. Selama buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena mematuhi kewajiban terhadap
Negara yang ditetapkan oleh Undang-undang atau Pemerintah atau karena menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya dan yang disetujui Pemerintah.
Pasal 2
Bila setelah diadakan segala usaha pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindarkan, pengusaha harus merundingkan maksudnya untuk memutuskan hubungan kerja dengan organisasi buruh yang bersangkutan atau dengan buruh sendiri dalam hal buruh itu tidak menjadi anggota dari salah satu organisasi buruh.
Pasal 3
(1) Bila perundingan tersebut dalam pasal 2 nyata-nyata tidak menghasilkan persesuaian paham, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan buruh, setelah memperoleh izin Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah ( Panitia Daerah), termaksud pada pasal 5 Undang-undang No. 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (Lembaran Negara Tahun 1957 No. 42) bagi pemutusan hubungan kerja perorangan, dan dari Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (Panitia Pusat) termaksud pada pasal 12 Undang-undang tersebut di atas bagi pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran.
(2) Pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran dianggap terjadi jika dalam satu perusahaan dalam satu bulan, pengusaha memutuskan hubungan kerja dengan 10 orang buruh atau lebih, atau mengadakan rentetan pemutusan-pemutusan hubungan kerja yang dapat menggambarkan suatu itikad untuk mengadakan pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran.
Pasal 4
Izin termaksud pada pasal 3 tidak diperlukan bila pemutusan hubungan kerja dilakukan terhadap buruh dalam masa percobaan.
Lamanya masa percobaan tidak boleh melebihi tiga bulan dan adanya masa percobaan harus diberitahukan lebih dahulu pada calon buruh yang bersangkutan.
Pasal 5
(1) Permohonan izin pemutusan hubungan kerja beserta alasan-alasan yang menjadi dasarnya harus diajukan secara tertulis kepada Panitia Daerah, yang wilayah kekuasaannya meliputi tempat kedudukan pengusaha bagi pemutusan hubungan kerja perorangan dan kepada Pusat bagi pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran.
(2) permohonan izin hanya diterima oleh Panitia Daerah/Panitia Pusat bila ternyata bahwa maksud untuk memutuskan hubungan kerja telah dirundingkan seperti termaksud dalam pasal 2 tetapi perundingan ini tidak menghasilkan persesuaian paham.
Pasal 6
Panitia Daerah dan Panitia Pusat menyelesaikan permohonan izin pemutusan hubungan kerja dalam waktu sesingkat-singkatnya, menurut tata cara yang berlaku untuk penyelesaian perselisihan perburuhan.
Pasal 7
(1) Dalam mengambil keputusan terhadap permohonan izin pemutusan hubungan kerja, Panitia Daerah dan Panitia Pusat disamping ketentuan-ketentuan tentang hasil ini yang dimuat dalam Undang-undang No. 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (Lembaran Negara Tahun 1957 No. 42), memperhatikan keadaan dan perkembangan lapangan kerja serta kepentingan buruh dan perusahaan.
(2) Dalam hal Panitia Daerah atau Panitia Pusat memberikan izin maka dapat ditetapkan pula kewajiban pengusaha untuk memberikan kepada buruh yang bersangkutan uang pesangon, uang jasa, dan ganti kerugian lain-lainnya.
(3) Penetapan besarnya uang pesangon, uang jasa dan ganti kerugian lainnya diatur dalam Peraturan Menteri Perburuhan.
(4) Dalam Peraturan Menteri Perburuhan itu diatur pula pengertian tentang upah untuk keperluan pemberian uang pesangon, uang jasa dan ganti kerugian tersebut di atas.
Pasal 8
Terhadap penolakan pemberian izin oleh Panitia Pusat atau pemberian izin dengan syarat tersebut pada pasal 7
ayat (2), dalam waktu 14 (empat betas) hari setelah pemutusan diterima oleh pihak-pihak yang bersangkutan, baik buruh dan/atau pengusaha maupun organisasi buruh/ atau organisasi pengusaha yang bersangkutan dapat diminta banding kepada Panitia Pusat.
Pasal 9
Panitia Pusat menyelesaikan permohonan banding menurut tata cara yang berlaku untuk penyelesaian perselisihan perburuhan dalam tingkat banding.
Pasal 10
Pemutusan hubungan kerja tanpa izin seperti tersebut pada pasal 3 adalah batal karena hukum.
Pasal 11
Selama izin termaksud pada pasal 3 belum diberikan, dan dalam hal ada permintaan banding tersebut pada pasal 8, Panitia Pusat belum memberikan keputusan, baik pengusaha maupun buruh harus tetap memenuhi segala kewajibannya.
Pasal 12
Undang-undang ini berlaku bagi pemutusan hubungan kerja yang terjadi di perusahaan-perusahaan swasta, terhadap seluruh buruh dengan tidak menghiraukan status kerja mereka, asal mempunyai masa kerja dari 3 (tiga) bulan berturut-turut.
Pasal 13
Ketentuan-ketentuan pelaksanaan yang belum diatur dalam Undang-undang ini ditetapkan oleh Menteri Perburuhan.
Pasal 14
Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkannya.Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

CONTOH KASUS PHK
·        JAKARTA: Mantan karyawan PT Siemens Indonesia, Stephen Michael Young, menggugat  perusahaan tempatnya bekerja karena di Putus Hubungan Kerja (PHK) sepihak, uang pesangon dan uang jasa lainnya belum dibayar.
·        Gugatan itu didaftarkan  No: 85/PHI.G/2012/PN. JKT.PST tertanggal 14 Mei 2012 di Pengadilan Hubungan Industrial di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Majelis hakim yang menyidangkan perkara ini Dwi Sugiarto.
·        Dalam perkara ini, Stephen Michael Young, melalui kuasa hukumnya Sapriyanto Refa, menguraikan tergugat tidak pernah mengakui penggugat sebagai karyawan tetap di perusahaannya. “Tapi sebagai pekerja selama 13 tahun secara terus menerus tanpa putus.”
Hal itu, lanjutnya, terkait pada perjanjian/kesepakatan kerja waktu tertentu yang dibuat dan ditandatangani antara penggugat dengan tergugat yang diperpanjang sebanyak delapan kali sejak 2001 hingga2011. Dengan kata lain, diperpanjang terus-menerus tanpa putus.
·        Ditambahkan, secara hukum, apabila tergugat ingin memutus/mengakhiri hubungan kerja dengan penggugat, maka harus ada pemberitahuan, alasan, dan harus ada penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, sebagaimana diatur dalam Pasal 151 ayat ( 3 ) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
·        “Ternyata pada 30 September 2011 tergugat melakukan pemutusan/pengakhiran hubungan kerja (PHK) penggugat tanpa pemberitahuan, tanpa alasan, tanpa adanya kesalahan, dan tanpa adanya penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Bukan hanya itu, gaji penggugat tidak dibayar tergugat”
·        “Secara hukum, PHK itu tidak sah dan batal demi hukum, sehingga  tergugat harus membayar gaji terhitung  sejak Oktober 2011 sampai dengan adanya putusan perkara ini mempunyai kekuatan hukum tetap, serta 2 kali uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak,” ungkap Sapriyanto.
·        Pada bagian lain, jawabannya dalam perkara itu penggugat menegaskan, bahwa dalil tergugat yang menyatakan penggugat bekerja pada tergugat ejak 01 Maret 2001 berdasarkan Employment Agreement adalah tidak benar.
·        “Yang benar, penggugat telah bekerja sejak 21 April 1998, berdasarkan Letter of Appointment tertanggal 21 April 1998 yang dibuat dan ditandatangani M. Hasler (Project Manager) dan Gunawan (Project Site Commercial) mewakili tergugat dengan Penggugat.”
·        Tidak Logis
Pada persidangan sebelumnya, jawaban kuasa hukum PT Siemens Indonesia Yanuar Aditya Widjanarko dari Kantor Hukum Adnan Kelana Haryanto & Hermanto (AKHH) menegaskan menolak dalil yang disampaikan penggugat dalam gugatannya yang dinilai tidak logis dan keliru.
·        Dalam jawaban disebutkan, bahwa dalil tentang selama masa kerja penggugat di tergugat telah melewati batas 3 tahun, kemudian oleh penggugat dianggap sebagai karyawan tetap, adalah sesuatu yang keliru.
·        Sebab, meski hubungan kerja antara penggugat dan tergugat menggunakan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), bukan berarti harus tunduk pada ketentuan PKWT, sebagaimana diatur dalam UU Ketenagakerjaan. Hal itu, mengingat perjanjian dimaksud berdasarkan kesepakatan bersama, dan tidak melanggar ketentuan perundang-undangan Indonesia.
·        Oleh karena itu, menurut dalil tergugat, berdasarkan perjanjian kerja dan peraturan UU Ketenagakerjaan, maka PT Siemens Indonesia (tergugat) tidak pernah memiliki kewajiban hukum apapun. Baik untuk pemberitahuan, peringatan/teguran, uang pesangon, uang penghargaan maupun uang penggantian hak sebagaimana dituntut Stephen Michael Young.



BAB III
KESIMPULAN



            Dari makalah di atas hukum kita ambil kesimpulan bahwa hukum perburuhan adalah suatu peraturan perundangan yang membahas tentang hubungan antara buruh/pekerja dengan majikannya. Makalah di atas juga menerangkan tentang beberapa sumber hukum yang digunakan dalam hukum perburuhan, pihak-pihak yang terlibat di dalam, aturan tentang bagaimana mengadakan hubungan kerja antara buruh/pekerja dengan majikannya, serta tentang perlindungan upah dan tenaga kerja Indonesia yang bekerja di Indonesia.
            Hukum Perburuhan yang terdapat dalam Undang-Undang Perburuhan No. 12 th. 1948 tentang Kriteria Status dan Perlindungan Buruh, serta Undang-Undang No. 12 th. 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), masing-masing memiliki maksud untuk memperbaiki serta menyejahterakan buruh. Hubungan kedua undang-undang tersebut dalam dunia arsitektur adalah agar Arsitek hukum menghitung jumlah buruh dan maksimal jam kerja buruh tanpa memaksakan kehendaknya untuk mempercepat pnyelesaian suatu project, serta tidak mudah mem-PHK buruh, apabila buruh tersebut melakukan kesalahan.
Semoga makalah ini hukum membantu para pembaca dalam memperdalam pemahaman tentang hubungan ketenagakerjaan antara buruh/pekerja dengan majikan/pengusaha. Agar tidak ada / terhindar akan kesewenangan pengusaha dalam memperkerjakan dan memperlakukan buruh.



DAFTAR PUSTAKA


http://cypsea18-akuntansi.blogspot.co.id/2016/03/undang-undang-perburuhan-no12-th-1948.html
http://www.hukumtenagakerja.com/
https://gajimu.com/main/pekerjaan-yanglayak/kontrak-kerja/pemutusan-hubungan-kerja
http://www.spsitasik.org/2013/04/hubungan-kerja-menurut-uu-no-13_15.html
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol7529/uu-ketenagakerjaan-baru
http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_12_64.htm
http://paralegal.bantuanhukum.or.id/blog/2013/09/25/sumber-hukum-perburuhan/
https://ahsinufadli.wordpress.com/2013/01/29/hukum-perburuhan-uu-perburuhan-bidang-hubungan-kerja/
http://evymerrychristine.blogspot.co.id/2016/03/undang-undang-perburuhan.html
http://kuliahhukumonline.blogspot.co.id/2011/12/hukum-ketenagakerjaan.html
http://artonang.blogspot.co.id/2016/05/kewajiban-para-pihak-dalam-perjanjian.html
http://enazed.blogspot.co.id/2015/04/hak-dan-kewajiban-pekerja-buruh.html
http://wahyu-apriliyana.blogspot.co.id/2012/01/hak-pengusaha.html
https://betterwork.org/in-labourguide/?page_id=2330

https://hbsuinmaliki2012.wordpress.com/2013/12/28/hukum-perburuhan/