BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.LATAR
BELAKANG
Buruh
/ Tenaga Kerja adalah manusia yang
menggunakan tenaga dan kemampuannya untuk mendapatkan balasan berupa pendapatan
baik berupa uang maupun bentuk lainya kepada Pemberi Kerja atau pengusaha atau majikan. “Buruh” berkonotasi sebagai pekerja rendahan, hina,
kasaran dan sebagainya. Sedangkan pekerja, Tenaga kerja dan Karyawan adalah
sebutan untuk buruh yang lebih tinggi, dan diberikan cenderung kepada buruh
yang tidak memakai otot tetapi otak dalam melakukan kerja. Akan tetapi pada
intinya sama yaitu pekerja.
Buruh
memiliki hak dan kewajiban, dimana hak buruh utamanya adalah mendapatkan
pendapatan dan kewajiban berupa mengerjakan porsi kerja yang diberikan oleh si
pemberi kerja. Agar hak dan kewajiban buruh tidak saling tumpang tindih dan
saling menyalahi, maka perlu adanya sebuah tatanan hukum yang mengatur hak dan
kewajiban dari buruh tersebut, atau disebut hukum perburuhan.
Hukum
Perburuhan adalah bagian dari hukum yang berlaku yang pada pokoknya mengatur
hubungan antara tenaga kerja dan pengusaha, antara tenaga kerja dengan tenaga
kerja dan antara tenaga kerja dengan penguasa.
1.2.RUMUSAN
MASALAH
1.
Undang–Undang
Perburuhan tentang Hubungan Kerja
2.
UU No. 12 Tahun
1948 (Kriteria Status dan Perlindungan Buruh)
3.
UU No. 12 Tahun
1964 (Pemutusan Hubungan Kerja)
1.3.
TUJUAN
Tujuan dari
pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui apa saja isi dari
UU yang mengatur tentang Perburuhan, apa saja kriteria status dan perlindungan buruh,
serta tentang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Undang –
Undang Perburuhan
A.
Pengertian Hukum
Perburuhan
Pengertian tenaga kerja dalam
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, Tenaga kerja adalah
tiap orang yang mampu melaksanakan
pekerjaannya baik di dalam maupun di luar
hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk mengetahui kebutuhan
masyarakat. Hukum ketenagakerjaan itu adalah suatu himpunan peratuaran yang
mengatur hubungan hukum antara pekerja,
majikan atau pengusaha,
organisasi pekerja, organisasi
pengusaha, dan pemerintah. Berikut adalah penjelasan Menurut para ahli :
·
Menurut Moleenar, bahwa Hukum Ketenagakerjaan adalah
sebagian dari hukum yang berlaku pada pokoknya mengatur hubungan antara tenaga
kerja dengan pengusaha.
·
Menurut Mr. G. Lavenbach, bahwa Hukum Ketenagakerjaan
adalah hukum yang berkenaan dengan hubungan kerja, dimana pekerjaan itu
dilakukan di bawah pimpinan dan dengan keadaan penghidupan yang langsung bersangkut
paut dengan hubungan kerja itu.
·
Menurut Mr. N.E.H. Van Esveld, bahwa Hukum
Ketenagakerjaan adalah tidak hanya meliputi hubungan kerja dimana pekerjaan itu
dibawah pimpinan, tetapi meliputi pula pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja
yang melakukan pekerjaan atas tanggungjawab resiko sendiri.
·
Menurut Mr. Mok, bahwa Hukum Ketenagakerjaan adalah hukum
yang berkenaan dengan pekerjaan yang dilakukan dibawah pimpinan orang lain dan
dengan penghidupan yang layak langsung bergantung pada pekerjaan itu.
B.
Sejarah Hukum
Perburuhan
Asal mula adanya Hukum Ketanagakerjaan di Indonesia
terdiri dari beberapa fase jika kita lihat pada abad 120 SM. Ketika bangsa
Indonesia ini mulai ada sudah dikenal adanya hukum gotong royong antara anggota
masyarakat. Dimana sifat gotong royong ini memiliki nilai luhur dan diyakini
membawa kemakmuran karena memiliki kebaikan, kebijakan, dan hikmah bagi semua
orang, serta gotong royong ini nantinya menjadi sumber terbentuknya hukum
ketenaga kerjaan adat. Dimana walaupun peraturannya tidak secara tertulis,
namun hukum ketenagakerjaan adat ini merupakan identitas bangsa yang
mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia dan merupakan penjelmaan dari jiwa
bangsa Indonesia dari abad keabad.
C.
Sumber Hukum
Perburuhan atau Hukum Ketenagakerjaan
·
Peraturan Perundangan
(Undang-Undang dalam arti Material)
Tiap
peraturan yang mengikat dengan sah yang datang dari pemerintah yang mencakup
umum atau setiap warga negara. Undang-undang dalam arti Formal adalah peraturan
yang dibuat oleh alat perlengkapan negara untuk membentuk Undang-undang.
·
Adat dan Kebhukumaan
Mengatur
kehidupan masyarakat didasarkan pada aturan-aturan yang tidak tertulis dan
berdasarkan kebhukumaan.
·
Keputusan-keputusan
Pejabat-pejabat dan Badan-badan Pemerintah
Peraturan-peraturan
yang dikeluarkan oleh instansi-instansi administratif, yang didasarkan
Undang-undang
·
Traktat.
Traktat
adalah satu perjanjian kenegaraan yang dilakukan oleh dua Negara atau lebih.
·
Peraturan Kerja.
Satu
peraturan yang mengatur tentang syarat-syarat kerja yang ditetapkan oleh
pengusaha berlaku untuk semua karyawan.
·
Perjanjian Kerja dan
Perjanjian Perburuhan (Kesepakatan Kerja Bersama).
D.
Azaz Hukum
Ketenagakerjaan
Pembangunan ketenagakerjaan diselenggarakan atas asas
keterpaduan dengan melalui koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan
daerah artinya asas pembangunan ketanagakerjaan pada dasarnya sesuai dengan
asas pembangunan nasional khususnya asas demokrasi pancasila serta asas adil
dan merata.
E.
Ruang Lingkup
Ruang lingkup ketenagakerjaan meliputi : pra kerja, masa
dalam hubungan kerja, masa purna kerja (post employment). Jangkauan hukum
ketenagakerjaan lebih luas bila dibandingkan dengan hukum perdata sebagaimana
diatur dalam buku III title 7A yang lebih menitik beratkan pada aktivitas
tenaga kerja dalam hubungan kerja.
F. Pelaksaan Hubungan Kerja di
Indonesia
Pasal 1 angka 15 UU
no.13 th. 2003 disebutkan bahwa :
a. Hubungan kerja adalah hubungan
antara pengusaha dengan pekerja atau buruh berdasarkan perjanjian kerja yang
mempunyai unsur-unsur pekerjaan, upah, dan perintah.
b. Hubungan kerja adalah suatu
hubungan pengusaha dan pekerja yang timbul dari perjanjian kerja yang diadakan
untuk waktu tertentu namun waktu yang tidak tertentu.
G. Perjanjian Kerja
Pasal 1313 KUHPerdata yang berbunyi “perjanjian adalah suatu
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang atau lebih lainnya.”
Pengertian perjanjian kerja dalam KUHPerdata , pasal 1601
titel VII A buku III tentang perjanjian untuk melakukan pekerjaan yang
menyatakan bahwa :
“selain perjanjian-perjanjian untuk melakukan sementara jasa-jasa yang diatur oleh ketentuan yang khusus untuk itu dan untuk syarat-syarat yang di perjanjikan dan jika itu tidak ada, oleh karena kebhukumaan , maka ada dua macam perjanjian dengan mana pihak yang lain dengan menerima upah, perjanjian perburuhan dan pemborong pekerjaan.”
“selain perjanjian-perjanjian untuk melakukan sementara jasa-jasa yang diatur oleh ketentuan yang khusus untuk itu dan untuk syarat-syarat yang di perjanjikan dan jika itu tidak ada, oleh karena kebhukumaan , maka ada dua macam perjanjian dengan mana pihak yang lain dengan menerima upah, perjanjian perburuhan dan pemborong pekerjaan.”
H.
Unsur dalam
Perjanjian Kerja
KUHPerdata pasal 1320 (menurut pasal 1338 (1) ) menyatakan
sahnya perjanjian:
·
Mereka sepakat
untuk mengakibatkan diri
·
Cakap untuk
membuat suatu perikatan
·
Suatu hal
tertentu
·
Suatu sebab yang
halal
Syarat subjektif: mengenai subjek perjanjian dan
akibat hukum menurut M.G Rood (pakar hukum perburuhan dari Belanda ), 4 unsur
syarat perjanjian kerja :
·
Adanya unsur
work (pekerjaan )
Dalam suatu perjanjian kerja haruslah ada pekerjaan
yang jelas yang dilakukan oleh pekerja dan sesuai denagan yang tercantum dalam
perjanjian yang telah disepakati dengan ketentuan–ketentuan yang tercantum
dalam UU no.13 thn. 2003
·
Adanya unsur
service (pelayanan)
·
Adanya unsur time
(waktu )
·
Adanya unsur pay
(upah )
I.
Bentuk
Perjanjian Kerja
·
Tertulis : Diperuntuk perjanjian-perjanjian yang sifatnya tertentu atau
adanya kesepakatan para pihak, bahwa perjanjian yang dibuatnya itu menginginkan
dibuat secara tertulis , agar adanya kepastian hukum
·
Tidak
tertulis : Bahwa
perjanjian yang oleh undang-undang tidak disyaratkan dalam bentuk tertulis
J. Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian Kerja
a.
Kewajiban Buruh
/ Pekerja
·
Buruh/Pekerja wajib melakukan pekerjaan; melakukan pekerjaan
adalah tugas utama dari seorang pekerja yang harus dilakukan sendiri, meskipun
demikian dengan seizin pengusaha dapat diwakilkan.
·
Buruh/Pekerja wajib menaati
peraturan dan petunjuk majikan/pengusaha; dalam melakukan pekerjaan
buruh/pekerja wajib menaati petunjuk yang diberikan oleh pengusaha. Aturan yang
wajib ditaati oleh pekerja sebaiknya dituangkan dalam peraturan perusahaan
sehingga menjadi lebih jelas ruang lingkup dari petunjuk tersebut.
·
Kewajiban membayar ganti rugi dan
denda; jika buruh/pekerja melakukan perbuatan yang merugikan perusahaanbaik
karena kesengajaan atau kelalaian, maka sesuatu dengan prinsip hukum pekerja
wajib membayar ganti rugi dan denda”.
b.
Kewajiban Pengusaha
·
Kewajiban membayar upah; dalam
hubungan kerja kewajiban utama pengusaha adalah membayar upah kepada pekerjanya
secara tepat waktu. Ketentuan tentang upah ini juga telah mengalami perubahan
pengaturan ke arah hukum publik dengan adanya campur tangan Pemerintah dalam
menetapkan besarnya upah terendah yang harus dibayar pengusaha yang dikenal
dengan upah minimum, maupun pengaturan upah dalam Peraturan Pemerintah No. 8
Tahun 1981Tentang Perlindungan Upah.
·
Kewajiban memberikan istrahat/cuti;
pihak majikan/ pengusaha diwajibkan untuk memberikan istrahat tahunan kepada
pekerja secara teratur. Cuti tahunan lamanya 12(dua belas) hari kerja. Selain
itu pekerja juga berhak atas cuti panjang selama 2 (dua) bulan setelah bekerja
terus-menerus selama 6 (enam) bulan pada suatu perusahaan(Pasal 79 ayat 2
Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan).
·
Kewajiban mengurus perawatan dan
pengibatan; majikan/pengusaha wajib mengurus perawatan/pengobatan bagi pekerja
yang bertempat tinggal dirumah majikan (Pasal 1602xKUHPerdata). Dalam
perkembangan hukum ketenagakerjaan, kewajiban ini tidak hanya terbatas bagi
pekerja yang bertempat tinggal dirumah majikan. Perlindungan bagi tenaga kerja
yang sakit, kecelakaan, dan kematian telah dijamin melalui perlindingan
Jamsostek sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang
Jamsostek dan sekarang telah dirubah menjadi BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial) Ketenagakerjaan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011
TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL.
·
Kewajiban memberikan surat
keterangan; kewajiban ini didasarkan pada ketentuan Pasal 1602a KUHPerdata yang
menentukan bahwa majikan/pengusaha wajib memberikan surat keterangan yang
diberi tanggal dan dibubuhi tanda tangan. Dalam surat keterangan tersebut
dijelaskan mengenai sifat pekerjaan yang dilakukan, lamanya hubungan kerja
(masa kerja). Surat keterangan itu juga diberikan meskipu inisiatif PHK
(Pemutusan Hubungan Kerja) datangnya dari pihak pekerja. Surat keterangan
tersebut sebagai bekal pekerja dalam mencari pekerjaan baru, sehingga dia
diperlakukan sesuai dengan pengalaman pekerjaannya.
c.
Hak
Buruh / Pekerja
·
Hak mendapat upah/gaji (Pasal 1602 KUH
Perdata, Pasal 88 s/d 97 Undang-undang No. 13 Tahun 2003, Peraturan Pemerintah
No. 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah
·
Hak
atas pekerjaan dan penghasilan yang layak bagi kemanusiaan (Pasal 4
Undang-undang No. 13 Tahun 2003)
·
Hak
bebas memilih dan pindah pekerjaan sesuai bakat dan kemampuannya (Pasal 5
Undang-undang No. 13 Tahun 2003)
·
Hak
atas pembinaan keahlian kejuruan untuk memperoleh serta menambah keahlian dan
keterampilan lagi ( Pasal 9 Undang-undang No. 13 Tahun 2003)
·
Hak
mendapatkan perlindungan atas keselamatan, kesehatan serta perlakuan yang
sesuai dengan martabat manusia dan moral agama (Pasal 3 Undang-undang No. 3
Tahun 1992 tentang Jamsostek)
·
Hak
mendirikan dan menjadi anggota Perserikatan Tenaga Kerja (Pasal 104
Undang-undang No. 13 Tahun 2003 jo. Undang-undang No. 21 Tahun 2000 tentang
Serikat Pekerja/Serikat Buruh )
·
Hak
atas istirahat tahunan, tiap-tiap kali setelah ia mempunyai masa kerja 12 (dua
belas) bulan berturut-turut pada satu majikan atau beberapa majikan dari satu
organisasi majikan (Pasal 79 Undang-undang No. 13 Tahun 2003)
·
Hak
atas upah penuh selama istirahat tahunan ( Pasal 88-98 Undang-undang No. 13
Tahun 2003)
·
Hak
atas suatu pembayaran penggantian istirahat tahunan, bila pada saat diputuskan
hubungan kerja ia sudah mempunyai masa kerja sedikit-dikitnya enam bulan
terhitung dari saat ia berhak atas istirahat tahunan yang terakhir; yaitu dalam
hal bila hubungan kerja diputuskan oleh majikan tanpa alasan-alasan mendesak
yang diberikan oleh buruh, atau oleh buruh karena alasan-alasan mendesak yang
diberikan oleh Majikan (Pasal 150-172 Undang-undang No. 13 Tahun 2003)
·
Hak
untuk melakukan perundingan atau penyelesaian perselisihan hubungan industrial
melalui bipartit, mediasi, konsiliasi, arbitrase dan penyelesaian melalui
pengadilan (Pasal 6-115 Undang-undang No. 2 Tahun 2004)
d.
Hak
Pengusaha
·
Berhak sepenuhnya atas hasil kerja
pekerja.
·
Berhak atas ditaatinya aturan kerja oleh
pekerja, termasuk pemberian sanksi
·
Berhak atas perlakuan yang hormat dari
pekerja
·
Berhak
melaksanakan tata tertib kerja yang telah dibuat oleh pengusaha
2.2
Undang – Undang No. 12 Tahun 1948 Tentang Kriteria Status
dan Perlindungan Buruh
Undang-undang
ini menjelaskan tentang aturan-aturan terhadap pekerja buruh dalam hal
persyaratan untuk menjadi seorang buruh, pengaturan jam kerja dan jam
istirahat, pemberian upah, perlindungan terhadap buruh perempuan, tempat kerja
dan perumahan buruh, tanggung jawab, pengusutan pelanggaran, dan aturan tambahan.
Undang-undang ini berfungsi untuk melindungi buruh dari hal-hal yang tidak diharapkan.
Adanya bunyi dari Undang-Undang Perburuhan No.12 Th 1948 :
Pasal10.
(1) Buruh tidak boleh menjalankan pekerjaan lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu. Jikalau pekerjaan dijalankan pada malam hari atau berbahaya bagi kesehatan atau keselamatan buruh, waktu kerja tidak boleh lebih dari 6 jam sehari dan 35 jam seminggu.
(2) Setelah buruh menjalankan pekerjaan selama 4 jam terus menerus harus diadakan waktu istirahat yang sedikitsedikitnya setengah jam lamanya; waktu istirahat itu tidak termasuk jam bekerja termaksud dalam ayat 1.
Undang-undang ini berfungsi untuk melindungi buruh dari hal-hal yang tidak diharapkan.
Adanya bunyi dari Undang-Undang Perburuhan No.12 Th 1948 :
Pasal10.
(1) Buruh tidak boleh menjalankan pekerjaan lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu. Jikalau pekerjaan dijalankan pada malam hari atau berbahaya bagi kesehatan atau keselamatan buruh, waktu kerja tidak boleh lebih dari 6 jam sehari dan 35 jam seminggu.
(2) Setelah buruh menjalankan pekerjaan selama 4 jam terus menerus harus diadakan waktu istirahat yang sedikitsedikitnya setengah jam lamanya; waktu istirahat itu tidak termasuk jam bekerja termaksud dalam ayat 1.
Pasal 12
(1)Dalam hal-hal, dimana pada suatu waktu atau hukumanya pada tiap-tiap
waktu atau dalam masa yang tertentu ada pekerjaan yang bertimbun-timbun yang
harus lekas diselesaikan, boleh dijalankan pekerjaan dengan menyimpang dari
yang ditetapkan dalam pasal 10 dan 11, akan tetapi waktu kerja itu tidak boleh
lebih dari 54 jam seminggu.
Aturan ini tidak berlaku terhadap pekerjaan yang berbahaya bagi kesehatan atau keselamatan buruh.
(2) Dalam Peraturan Pemerintah akan ditetapkan hal-hal termaksud dalam ayat (1) beserta syarat-syarat untuk menjaga kesehatan dan keselamatan buruh.
Aturan ini tidak berlaku terhadap pekerjaan yang berbahaya bagi kesehatan atau keselamatan buruh.
(2) Dalam Peraturan Pemerintah akan ditetapkan hal-hal termaksud dalam ayat (1) beserta syarat-syarat untuk menjaga kesehatan dan keselamatan buruh.
Pasal 13 ayat 2
(2) Buruh Wanita harus diberi istirahat selama satu setengah bulan sebelum saatnya ia menurut perhitungan akan melahirkan anak dan satu setengah bulan sesudah melahirkan anak atau gugur-kandung.
Pasal 14
(1) Selain waktu
istirahat seperti tersebut dalam pasal 10 dan 13, buruh yang menjalankan pekerjaan
untuk satu atau beberapa majikan dari satu organisasi harus diberi idzin untuk
beristirahat sedikit-sedikitnya dua minggu tiap-tiap tahun.
(2) Buruh yang telah bekerja 6 tahun berturut-turut pada suatu majikan atau beberapa majikan yang tergabung dalam satu organisasi mampunyai hak istirahat 3 bulan lamanya.
(2) Buruh yang telah bekerja 6 tahun berturut-turut pada suatu majikan atau beberapa majikan yang tergabung dalam satu organisasi mampunyai hak istirahat 3 bulan lamanya.
Pasal 15
(1) Dengan tidak
mengurangi yang telah ditetapkan dalam pasal 10 ayat (1) dan (2), buruh harus
diberi kesempatan yang sepatutnya untuk menjalankan kewajiban menurut agamanya.
(2) Pada hari 1 Mei
buruh dibebaskan dari kewajiban bekerja.
Contoh
studi kasus :
Contoh Studi Kasus 1 :
Didalam pasal 10
ayat 1, jelas sekali terpampang bahwa buruh tidak boleh bekerja lebih dari 7
jam sehari dan 40 jam seminggu. Tetapi banyak kenyataan yang kita lihat. Para
buruh banyak yang bekerja lebih dari waktu yang telah ditentukan dalam pasal
tersebut.
Contoh Studi Kasus yang ke 2 :
Didalam Pasal 13.
ayat 2, menyatakan bahwa “Buruh Wanita harus diberi istirahat selama satu
setengah bulan sebelum saatnya ia menurut perhitungan akan melahirkan anak dan
satu setengah bulan sesudah melahirkan anak atau gugur-kandung.”Kenyataannya,
banyak para Buruh wanita yang dipaksa untuk untuk tetap bekerja walaupun dalam
keadaan yang sangat tidak memungkinkan. Banyak para Buruh wanita yang masih
disuruh bekerja oleh perusahaan dengan alasan kurangnya tenaga kerja.
CONTOH STUDI KASUS : MARSINAH
Sembilan tahun yang
lalu, pada 9 Mei 1993, jasad Marsinah ditemukan tergeletak di sebuah gubuk
berdinding terbuka di pinggir sawah dekat hutan jati, di dusun Jegong, desa
Wilangan, kabupaten Nganjuk, lebih seratus kilometer dari pondokannya di
pemukiman buruh desa Siring, Porong. Jasad Marsinah ditemukan setelah hilang
pada tanggal 5 Mei 1993. Jasadnya ditemukan setelah Marsinah terlibat aktif
dalam pemogokan buruh PT Catur Putra Surya. Jasad Marsinah ditemukan setelah
dia marah kepada Kodim Sidoarjo karena telah menangkap 13 teman Marsinah dan
ditekan secara fisik dan psikologis dan dipaksa menandatangi surat PHK.
Marsinah adalah gambaran
perempuan buruh korban kekejaman kapitalisme dan patriarki yang termanifestasi
pada kolaborasi antara pengusaha dan tentara. Kolaborasi antara pengusaha
dan tentara bukan hal yang aneh, karena dalam konsep negara/pemerintah yang
berpihak pada modal maka tentara akan selalu dibutuhkan dan digunakan untuk
menjaga alat-alat produksi milik pemodal.
Pemerintah Orde Baru
berupaya membuat pengadilan untuk menyelesaikan kasus pembunuhan Marsinah
tetapi itu hanyalah drama bohong belaka, karena peradilan pada masa Orde Baru
tersebut menutup-nutupi keterlibatan tentara (pada waktu itu ABRI).
Tubuh Marsinah
ditemukan dalam keadaan penuh luka, pergelangan tangannya lecet bekas ikatan,
tulang selangkangan dan vagina hancur (dari berbagai sumber). Kalau melihat
kondisi tersebut sudah hampir dipastikan bahwa Marsinah selain mengalami
kekerasan fisik juga mengalami kekerasan seksual.
Kini setelah 14
tahun reformasi, 19 tahun kematian Marsinah belum titik terang akan
keberlanjutan untuk menyelesaikan kasus ini. Sudah sebanyak 3 kali makam
Marsinah dibongkar dan Tim Pencari Fakta dibentuk untuk kebutuhan penyelidikan.
Bahkan, pada tahun 2002 Komnas HAM berupaya untuk membuka kembali kasus
Marsinah dan itu pun gagal menguak kembali pembunuh sebenarnya dalam kasus
Marsinah.
Segala upaya yang dilakukan gagal karena setiap
pemerintahan dalam era Reformasi tidak punya kemauan serius untuk menyelesaikan
kasus pembunuhan Marsinah. Janji-janji untuk menyelesaikan kasus Marsinah dalam
setiap pemilu hanya menjadi isapan jempol belaka.Anehnya, pihak Kodim kemudian
menangkap, menyiksa, dan menjatuhkan vonis terhadap sejumlah management PT
Catur Putra Surya dan seorang di antaranya dalam keadaan hamil muda, atas
tuduhan telah membunuh Marsinah. Pada tahun 1993, dibentuk Komite Solidaritas
Untuk Marsinah (KSUM) yang didirikan oleh beberapa LSM dan serikat buruh untuk
menginvestigasi dan mengadvokasi pembunuhan Marsinah oleh Aparat Militer.
Sampai saat ini matinya Marsinah merupakan peristiwa gelap yang belum dapat
diketahui siapa pelaku pembunuhnya. Runyamnya, pada tahun 2012 ini
kasus Marsinah akan ditutup karena dianggap telah mencapai batas waktu
peradilan.
2.3. Undang – Undang No. 12 Tahun 1964 Tentang Pemutusan
Hubungan Kerja
Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) adalah hal yang paling ditakuti oleh pekerja akan tetapi
sangat lazim dan sering ditemui di Indonesia. Apa pun penyebab berakhirnya
hubungan kerja antara perusahaan dan karyawannya disebut dengan PHK.
Dalam dunia kerja, kita lazim
mendengar istilah Pemutusan Hubungan Kerja atau yang sering disingkat dengan
kata PHK. PHK sering kali menimbulkan keresahan khususnya bagi para pekerja.
Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal
tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan
perusahaan/majikan. Hal ini dapat terjadi karena pengunduran diri,
pemberhentian oleh perusahaan atau habis kontrak. Pemutusan bubungan kerja tidak boleh dilakukan secara sepihak
dan sewenang-wenang, PHK hanya dapat dilakukan dengan alasan-alasan tertentu
setelah diupayakan bahwa PHK tidak perlu terjadi.
Menurut
UU No. 13 tahun 2003 mengenai Ketenagakerjaan, pihak perusahaan dapat saja
melakukan PHK dalam berbagai kondisi seperti di bawah ini:
a.
Pengunduran diri secara baik-baik atas kemauan sendiri
Bagi
pekerja yang mengundurkan diri secara baik-baik tidak berhak mendapat uang
pesangon sesuai ketentuan pasal 156 ayat 2. Yang bersangkutan juga tidak berhak
mendapatkan uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan pasal 156 ayat 3
tetapi berhak mendapatkan uang penggantian hak mendapatkan 1 kali ketentuan
pasal 156 ayat 4.
Apabila
pekerja tersebut mengundurkan diri secara mendadak tanpa mengikuti prosedur
sesuai ketentuan yang berlaku (diajukan 30 hari sebelum tanggal pengunduran
diri) maka pekerja tersebut hanya mendapatkan uang penggantian hak. Tetapi
kalau mengikuti prosedur maka pekerja tersebut mendapatkan uang pisah yang
besar nilainya berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja yang
tertuang dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) atau peraturan perusahaan.
b. Pengunduran diri secara tertulis atas
kemauan sendiri karena berakhirnya hubungan kerja
Bagi
pekerja kontrak yang mengundurkan diri karena masa kontrak berakhir, maka
pekerja tersebut tidak mendapatkan uang pesangon sesuai ketentuan pasal 154
ayat 2 dan uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan pasal 156 ayat 3 juga
uang pisah tetapi berhak atas penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat
4.
c. Pengunduran diri karena mencapai usia
pensiun.
Mengenai
batasan usia pensiun perlu disepakati antara pengusaha dan pekerja dan
dituangkan dalam perjanjian kerja bersama atau peraturan perusahaan. Batasan
usia pensiun yang dimaksud adalah penentuan usia berdasarkan usia kelahiran dan
berdasarkan jumlah tahun masa kerja.Contoh :
Seseorang
pekerja dikatakan pensiun apabila sudah mencapai usia 55. Apabila seorang
pekerja sudah mencapai usia 55 tahun maka secara otomatis dikategorikan pensiun
walaupun masa kerjanya belum mencapai 25 tahun. Tetapi sebaliknya walaupun
usianya belum mencapai 55 tahun tetapi lama masa kerja sudah mencapai 25 tahun
berturut-turut di perusahaan yang sama maka pekerja tersebut dikategorikan
pensiun. Apa pun kategori pensiunnya, pekerja tersebut berhak mendapat uang
pesangon 2 kali ketentuan pasal 156 ayat 2 dan uang penghargaan masa kerja 1
kali ketentuan pasal 156 ayat 4 tetapi tidak berhak mendapat uang pisah
d. Pekerja melakukan kesalahan berat
Kesalahan apa saja yang termasuk
dalam kategori kesalahan berat?
- Pekerja
telah melakukan penipuan, pencurian, penggelapan barang dan atau uang
milik perusahan.
- Pekerja memberikan keterangan palsu atau yang
dipalsukan sehingga merugikan perusahan.
- Pekerja mabuk, minum-minuman keras, memakai atau
mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat aktif lainnya, dilingkungan
kerja.
- Melakukan perbuatan asusila atau perjudian di
lingkungan kerja.
- Menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi,
teman sekerja atau perusahaan dilingkungan kerja.
- Membujuk teman sekerja atau perusahaan untuk melakukan
perbuatan yang bertentangan dengan Undang-undang.
- Dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan
dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian
bagi perusahaan.
- Dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja
atau perusahaan dalam keadaan bahaya ditempat kerja.
- Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang
seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara.
- Melakukan perbuatan lainnya dilingkungan perusahaan
yang diancam hukuman pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
Pekerja
yang diputuskan hubungan kerjanya berdasarkan kesalahan berat hanya dapat
memperoleh uang pengganti hak sedang bagi pekerja yang tugas dan fungsi tidak
mewakili kepentingan perusahaan secara langsung,selain memperoleh uang
pengganti, juga diberikan uang pisah yang besarnya diatur dalam Perjanjian
Kerja, Peraturan Perusahaan, dan atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
e. Pekerja ditahan pihak yang berwajib.
Perusahaan
dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap pekerja setelah 6 (enam)
bulan tidak melakukan pekerjaan yang disebabkan masih dalam proses pidana.
Dalam ketentuan bahwa perusahaan wajib membayar kepada pekerja atau buruh uang
penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ditambah uang pengganti hak.
Untuk
Pemutusan Hubungan Kerja ini tanpa harus ada penetapan dari lembaga
Penyelesaian Hubungan Industrial tetapi apabila Pengadilan memutuskan perkara
pidana sebelum 6 (enam) bulan dan pekerja dinyatakan tidak bersalah, perusahaan
wajib mempekerjakan kembali.
f.
Perusahaan/perusahaan
mengalami kerugian
·
Apabila
perusahaan bangkrut dan ditutup karena mengalami kerugian secara terus menerus
selama 2 (dua) tahun, perusahaan dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja
terhadap pekerja.
·
Syaratnya
adalah harus membuktikan kerugian tersebut dengan laporan keuangan 2 (dua)
tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik. Dan perusahaan wajib
memberikan uang pesangon 1 (satu) kali ketentuan dan uang pengganti hak.
g.
Pekerja mangkir terus menerus
Perusahaan
dapat memutuskan hubungan kerja apabila pekerja tidak masuk selama 5 hari
berturut-turut tanpa keterangan tertulis yang dilengkapi bukti-bukti yang sah
meskipun telah dipanggil 2 kali secara patut dan tertulis oleh perusahaan. Dalam
situasi seperti ini, pekerja dianggap telah mengundurkandiri. Keterangan dan
bukti yang sah yang menunjukkan alasan pekerja tidak masuk, harus diserahkan
paling lambat pada hari pertama pekerja masuk kerja dan untuk panggilan patut
diartikan bahwa panggilan dengan tenggang waktu paling lama 3 hari kerja dengan
di alamatkan pada alamat pekerja yang bersangkutan atau alamat yang dicatatkan
pada perusahaan.
Pekerja
yang di-PHK akibat mangkir, berhak
menerima uang pengganti hak dan uang pisah yang besarnya dalam pelaksanaannya
diatur dalam Perjanjian kerja, Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama.
h. Pekerja meninggal dunia
Hubungan
kerja otomatis akan berakhir ketika pekerja meninggal dunia. Perusahaan
berkewajiban untuk memberikan uang yang besarnya 2 kali uang pesangon, 1 kali
uang penghargaan masa kerja, dan uang pengganti hak. Adapun sebagai ahli waris
janda/duda atau kalau tidak ada anak atau juga tidak ada keturunan garis lurus
keatas/kebawah selam tidak diatur dalam perjanjian kerja, Peraturan Perusahaan,
Perjanjian Kerja Bersama.
i.
Pekerja melakukan pelanggaran
Di
dalam hubungan kerja ada suatu ikatan antara pekerja dengan perusahaan yang
berupa perjanjian kerja , peraturan perusahaan,dan Perjanjian Kerja Bersama
yang dibuat oleh perusahaan atau secara bersama-sama antara pekerja/serikat
pekerja dengan perusahaan, yang isinya minimal hak dan kewajiban masing-msing
pihak dan syarat-syarat kerja, dengan perjanjian yang telah disetujui oleh
masing-masing pihak diharapkan didalam implementasinya tidak dilanggar oleh
salah satu pihak.
Pelanggaran
terhadap perjanjian yang ada tentunya ada sangsi yang berupa teguran lisan atau
surat tertulis, sampai ada juga yang berupa surat peringatan. Sedang untuk
surat peringatan tertulis dapat dibuat surat peringatan ke I, ke II, sampai ke
III. Masing-masing berlakunya surat peringatan selam 6 bulan sehingga apabila
pekerja sudah diberi peringatan sampai 3 kali berturut-turut dalam 6 bulan terhadap pelanggaran yang sama maka
berdasarkan peraturan yang ada kecuali ditentukan lain yang ditetapkan lain
dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan ,Perjanjian kerja Bersama, maka
perusahaan dapat melakukan pemutusan hubungan kerja. Perusahaan Berkewajiban
memberikan uang pesangon 1 dari ketentuan, uang penghargaan masa kerja 1 kali
ketentuan dan uang pengganti hak yang besarnya ditentukan dalam peraturan yang
ada.
j.
Perubahan status, penggabungan, pelemburan atau perubahan kepemilikan
Bagi
pekerja yang diakhiri hubungan kerjanya karena alasan tersebut di atas maka :
Pekerja yang tidak bersedia
melanjutkan hubungan kerjanya, pekerja tersebut berhak atas uang pesangon 1
kali sesuai ketentuan pasal 156 ayat 2 dan uang penghargaan masa kerja 1 kali
sesuai pasal 156 ayat 3 dan uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156
ayat 4 dan tidak berhak mendapatkan uang pisah.
Perusahaan tidak bersedia menerima
pekerja di perusahaannya maka bagi pekerja tersebut berhak atas uang pesangon 2
kali ketentuan pasal 156 ayat 2 dan uang penghargaan masa kerja pasal 156 ayat
3 dan uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat 4 dan tidak berhak
mendapat uang pisah.
k.
Pemutusan Hubungan Kerja karena alasan Efisiensi
Bagi
pekerja yang mengakhiri hubungan kerjanya karena efisiensi maka pekerja
tersebut berhak atas uang pesangon 2 kali ketentuan pasal 156 ayat 3 dan uang
penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat 3 dan uang penghargaan masa
kerja 1 kali ketentuan pasal 156 ayat 4 tetapi tidak berhak mendapatkan uang
pisah.
Perusahaan dilarang melakukan PHK dengan alasan:
·
Pekerja
berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu
tidak melampaui 12 bulan secara terus-menerus
·
Pekerja
berhalangan menjalankan pekerjaannya, karena memenuhi terhadap negara sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
·
Pekerja
menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya
·
Pekerja menikah
·
Pekerja
perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya
·
Pekerja
mempunyai pertalian darah dan atau ikatan perkawinan dengan pekerja lainnya di
dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja bersama
·
Pekerja
mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja, pekerja
melakukan kegiatan serikat pekerja di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja
atas kesepakatan perusahaan, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama
·
Pekerja yang
mengadukan perusahaan kepada yang berwajib mengenai perbuatan perusahaan yang
melakukan tindak pidana kejahatan Karena perbedaan paham, agama, aliran
politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status
perkawinan Pekerja dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja,
atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang
jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.
Tentang Pemutusan Hubungan Kerja di
Perusahaan Swasta
Menimbang :
Bahwa untuk lebih menjamin
ketenteraman serta kepastian bekerja bagi kaum buruh yang disamping tani harus
menjamin kekuatan pokok dalam revolusi dan harus menjadi soko guru masyarakat
adil makmur, seperti tersebut dalam Manifesto Politik, beserta perinciannya,
perlu segera dikeluarkan Undang-Undang tentang Pemutusan Hubungan Kerja di
Perusahaan Swasta.
Pasal 1
(1) Pengusaha harus mengusahakan
agar jangan terjadi Pemutusan Hubungan Kerja.
(2) Pemutusan hubungan kerja
dilarang:
- Selama buruh berhalangan
menjalankan pekerjaannya karena keadaan sakit menurut keterangan dokter
selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan terus menerus.
- Selama buruh berhalangan
menjalankan pekerjaannya karena mematuhi kewajiban terhadap
Negara yang ditetapkan oleh
Undang-undang atau Pemerintah atau karena menjalankan ibadah yang diperintahkan
agamanya dan yang disetujui Pemerintah.
Pasal 2
Bila setelah diadakan segala usaha
pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindarkan, pengusaha harus merundingkan
maksudnya untuk memutuskan hubungan kerja dengan organisasi buruh yang
bersangkutan atau dengan buruh sendiri dalam hal buruh itu tidak menjadi
anggota dari salah satu organisasi buruh.
Pasal 3
(1) Bila perundingan tersebut dalam
pasal 2 nyata-nyata tidak menghasilkan persesuaian paham, pengusaha hanya dapat
memutuskan hubungan kerja dengan buruh, setelah memperoleh izin Panitia
Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah ( Panitia Daerah), termaksud pada
pasal 5 Undang-undang No. 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan
Perburuhan (Lembaran Negara Tahun 1957 No. 42) bagi pemutusan hubungan kerja
perorangan, dan dari Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat
(Panitia Pusat) termaksud pada pasal 12 Undang-undang tersebut di atas bagi
pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran.
(2) Pemutusan hubungan kerja secara
besar-besaran dianggap terjadi jika dalam satu perusahaan dalam satu bulan,
pengusaha memutuskan hubungan kerja dengan 10 orang buruh atau lebih, atau
mengadakan rentetan pemutusan-pemutusan hubungan kerja yang dapat menggambarkan
suatu itikad untuk mengadakan pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran.
Pasal 4
Izin termaksud pada pasal 3 tidak
diperlukan bila pemutusan hubungan kerja dilakukan terhadap buruh dalam masa
percobaan.
Lamanya masa percobaan tidak boleh
melebihi tiga bulan dan adanya masa percobaan harus diberitahukan lebih dahulu
pada calon buruh yang bersangkutan.
Pasal 5
(1) Permohonan izin pemutusan
hubungan kerja beserta alasan-alasan yang menjadi dasarnya harus diajukan
secara tertulis kepada Panitia Daerah, yang wilayah kekuasaannya meliputi
tempat kedudukan pengusaha bagi pemutusan hubungan kerja perorangan dan kepada
Pusat bagi pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran.
(2) permohonan izin hanya diterima
oleh Panitia Daerah/Panitia Pusat bila ternyata bahwa maksud untuk memutuskan
hubungan kerja telah dirundingkan seperti termaksud dalam pasal 2 tetapi
perundingan ini tidak menghasilkan persesuaian paham.
Pasal 6
Panitia Daerah dan Panitia Pusat
menyelesaikan permohonan izin pemutusan hubungan kerja dalam waktu
sesingkat-singkatnya, menurut tata cara yang berlaku untuk penyelesaian
perselisihan perburuhan.
Pasal 7
(1) Dalam mengambil keputusan
terhadap permohonan izin pemutusan hubungan kerja, Panitia Daerah dan Panitia
Pusat disamping ketentuan-ketentuan tentang hasil ini yang dimuat dalam
Undang-undang No. 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan
(Lembaran Negara Tahun 1957 No. 42), memperhatikan keadaan dan perkembangan
lapangan kerja serta kepentingan buruh dan perusahaan.
(2) Dalam hal Panitia Daerah atau
Panitia Pusat memberikan izin maka dapat ditetapkan pula kewajiban pengusaha
untuk memberikan kepada buruh yang bersangkutan uang pesangon, uang jasa, dan
ganti kerugian lain-lainnya.
(3) Penetapan besarnya uang
pesangon, uang jasa dan ganti kerugian lainnya diatur dalam Peraturan Menteri
Perburuhan.
(4) Dalam Peraturan Menteri
Perburuhan itu diatur pula pengertian tentang upah untuk keperluan pemberian
uang pesangon, uang jasa dan ganti kerugian tersebut di atas.
Pasal 8
Terhadap penolakan pemberian izin
oleh Panitia Pusat atau pemberian izin dengan syarat tersebut pada pasal 7
ayat (2), dalam waktu 14 (empat
betas) hari setelah pemutusan diterima oleh pihak-pihak yang bersangkutan, baik
buruh dan/atau pengusaha maupun organisasi buruh/ atau organisasi pengusaha
yang bersangkutan dapat diminta banding kepada Panitia Pusat.
Pasal 9
Panitia Pusat menyelesaikan
permohonan banding menurut tata cara yang berlaku untuk penyelesaian
perselisihan perburuhan dalam tingkat banding.
Pasal 10
Pemutusan hubungan kerja tanpa izin
seperti tersebut pada pasal 3 adalah batal karena hukum.
Pasal 11
Selama izin termaksud pada pasal 3
belum diberikan, dan dalam hal ada permintaan banding tersebut pada pasal 8,
Panitia Pusat belum memberikan keputusan, baik pengusaha maupun buruh harus
tetap memenuhi segala kewajibannya.
Pasal 12
Undang-undang ini berlaku bagi
pemutusan hubungan kerja yang terjadi di perusahaan-perusahaan swasta, terhadap
seluruh buruh dengan tidak menghiraukan status kerja mereka, asal mempunyai
masa kerja dari 3 (tiga) bulan berturut-turut.
Pasal 13
Ketentuan-ketentuan pelaksanaan yang
belum diatur dalam Undang-undang ini ditetapkan oleh Menteri Perburuhan.
Pasal 14
Undang-undang ini mulai berlaku pada
hari diundangkannya.Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan
pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
CONTOH KASUS PHK
·
JAKARTA: Mantan karyawan PT Siemens Indonesia,
Stephen Michael Young, menggugat perusahaan tempatnya bekerja karena di
Putus Hubungan Kerja (PHK) sepihak, uang pesangon dan uang jasa lainnya belum
dibayar.
·
Gugatan itu didaftarkan No:
85/PHI.G/2012/PN. JKT.PST tertanggal
14 Mei 2012 di Pengadilan Hubungan Industrial di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta
Pusat. Majelis hakim yang menyidangkan perkara ini Dwi Sugiarto.
·
Dalam perkara ini, Stephen Michael Young,
melalui kuasa hukumnya Sapriyanto Refa, menguraikan tergugat tidak pernah
mengakui penggugat sebagai karyawan tetap di perusahaannya. “Tapi sebagai
pekerja selama 13 tahun secara terus menerus tanpa putus.”
Hal itu, lanjutnya, terkait pada perjanjian/kesepakatan kerja waktu tertentu yang dibuat dan ditandatangani antara penggugat dengan tergugat yang diperpanjang sebanyak delapan kali sejak 2001 hingga2011. Dengan kata lain, diperpanjang terus-menerus tanpa putus.
Hal itu, lanjutnya, terkait pada perjanjian/kesepakatan kerja waktu tertentu yang dibuat dan ditandatangani antara penggugat dengan tergugat yang diperpanjang sebanyak delapan kali sejak 2001 hingga2011. Dengan kata lain, diperpanjang terus-menerus tanpa putus.
·
Ditambahkan, secara hukum, apabila tergugat
ingin memutus/mengakhiri hubungan kerja dengan penggugat, maka harus ada
pemberitahuan, alasan, dan harus ada penetapan dari lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial, sebagaimana diatur dalam Pasal 151 ayat ( 3 )
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
·
“Ternyata pada 30 September 2011 tergugat
melakukan pemutusan/pengakhiran hubungan kerja (PHK) penggugat tanpa
pemberitahuan, tanpa alasan, tanpa adanya kesalahan, dan tanpa adanya penetapan
dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Bukan hanya itu,
gaji penggugat tidak dibayar tergugat”
·
“Secara hukum, PHK itu tidak sah dan batal demi
hukum, sehingga tergugat harus membayar gaji terhitung sejak
Oktober 2011 sampai dengan adanya putusan perkara ini mempunyai kekuatan hukum
tetap, serta 2 kali uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang
penggantian hak,” ungkap Sapriyanto.
·
Pada bagian lain, jawabannya dalam perkara itu
penggugat menegaskan, bahwa dalil tergugat yang menyatakan penggugat bekerja
pada tergugat ejak 01 Maret 2001 berdasarkan Employment Agreement adalah tidak
benar.
·
“Yang benar, penggugat telah bekerja sejak 21
April 1998, berdasarkan Letter of Appointment tertanggal 21 April 1998 yang
dibuat dan ditandatangani M. Hasler (Project Manager) dan Gunawan (Project Site
Commercial) mewakili tergugat dengan Penggugat.”
·
Tidak Logis
Pada persidangan sebelumnya, jawaban kuasa hukum PT Siemens Indonesia Yanuar Aditya Widjanarko dari Kantor Hukum Adnan Kelana Haryanto & Hermanto (AKHH) menegaskan menolak dalil yang disampaikan penggugat dalam gugatannya yang dinilai tidak logis dan keliru.
Pada persidangan sebelumnya, jawaban kuasa hukum PT Siemens Indonesia Yanuar Aditya Widjanarko dari Kantor Hukum Adnan Kelana Haryanto & Hermanto (AKHH) menegaskan menolak dalil yang disampaikan penggugat dalam gugatannya yang dinilai tidak logis dan keliru.
·
Dalam jawaban disebutkan, bahwa dalil tentang
selama masa kerja penggugat di tergugat telah melewati batas 3 tahun, kemudian
oleh penggugat dianggap sebagai karyawan tetap, adalah sesuatu yang keliru.
·
Sebab, meski hubungan kerja antara penggugat dan
tergugat menggunakan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), bukan berarti
harus tunduk pada ketentuan PKWT, sebagaimana diatur dalam UU Ketenagakerjaan.
Hal itu, mengingat perjanjian dimaksud berdasarkan kesepakatan bersama, dan tidak
melanggar ketentuan perundang-undangan Indonesia.
·
Oleh karena itu, menurut dalil tergugat,
berdasarkan perjanjian kerja dan peraturan UU Ketenagakerjaan, maka PT Siemens
Indonesia (tergugat) tidak pernah memiliki kewajiban hukum apapun. Baik untuk
pemberitahuan, peringatan/teguran, uang pesangon, uang penghargaan maupun uang
penggantian hak sebagaimana dituntut Stephen Michael Young.
BAB
III
KESIMPULAN
Dari
makalah di atas hukum kita ambil kesimpulan bahwa hukum perburuhan adalah suatu
peraturan perundangan yang membahas tentang hubungan antara buruh/pekerja
dengan majikannya. Makalah di atas juga menerangkan tentang beberapa sumber hukum
yang digunakan dalam hukum perburuhan, pihak-pihak yang terlibat di dalam,
aturan tentang bagaimana mengadakan hubungan kerja antara buruh/pekerja dengan
majikannya, serta tentang perlindungan upah dan tenaga kerja Indonesia yang
bekerja di Indonesia.
Hukum Perburuhan yang
terdapat dalam Undang-Undang Perburuhan No. 12 th. 1948 tentang Kriteria Status
dan Perlindungan Buruh, serta Undang-Undang No. 12 th. 1964 tentang Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK), masing-masing memiliki maksud untuk memperbaiki serta
menyejahterakan buruh. Hubungan kedua undang-undang tersebut dalam dunia
arsitektur adalah agar Arsitek hukum menghitung jumlah buruh dan maksimal jam
kerja buruh tanpa memaksakan kehendaknya untuk mempercepat pnyelesaian suatu
project, serta tidak mudah mem-PHK buruh, apabila buruh tersebut melakukan
kesalahan.
Semoga makalah ini hukum
membantu para pembaca dalam memperdalam pemahaman tentang hubungan
ketenagakerjaan antara buruh/pekerja dengan majikan/pengusaha. Agar tidak ada /
terhindar akan kesewenangan pengusaha dalam memperkerjakan dan memperlakukan
buruh.
DAFTAR
PUSTAKA
http://cypsea18-akuntansi.blogspot.co.id/2016/03/undang-undang-perburuhan-no12-th-1948.html
http://www.hukumtenagakerja.com/
https://gajimu.com/main/pekerjaan-yanglayak/kontrak-kerja/pemutusan-hubungan-kerja
http://www.spsitasik.org/2013/04/hubungan-kerja-menurut-uu-no-13_15.html
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol7529/uu-ketenagakerjaan-baru
http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_12_64.htm
http://paralegal.bantuanhukum.or.id/blog/2013/09/25/sumber-hukum-perburuhan/
https://ahsinufadli.wordpress.com/2013/01/29/hukum-perburuhan-uu-perburuhan-bidang-hubungan-kerja/
http://evymerrychristine.blogspot.co.id/2016/03/undang-undang-perburuhan.html
http://kuliahhukumonline.blogspot.co.id/2011/12/hukum-ketenagakerjaan.html
http://artonang.blogspot.co.id/2016/05/kewajiban-para-pihak-dalam-perjanjian.html
http://enazed.blogspot.co.id/2015/04/hak-dan-kewajiban-pekerja-buruh.html
http://wahyu-apriliyana.blogspot.co.id/2012/01/hak-pengusaha.html
https://betterwork.org/in-labourguide/?page_id=2330
https://hbsuinmaliki2012.wordpress.com/2013/12/28/hukum-perburuhan/