Minggu, 20 Januari 2019

KRITIK NORMATIF


KRITIK NORMATIF
Kritik normatif adalah adanya keyakinan (conviction) bahwa di lingkungan dunia manapun, bangunan dan wilayah perkotaan selalu dibangun melalui suatu model, pola, standar, atau sandaran sebagai sebuah prinsip. Melalui suatu prinsip, keberhasilan kualitas lingkungan buatan dapat dinilai. Suatu norma tidak saja berupa standar fisik yang dapat dikuantifikasi tetapi juga non fisik yang kualitatif. Norma juga berupa sesuatu yang tidak konkret dan bersifat umum dan hampir tidak ada kaitannya dengan bangunan sebagai sebuah benda konstruksi.Kritik Normatif terbagi dalam 4 metode yaitu :  
1.            Kritik Doktrinal (Doctrinal Criticsm) Norma yang bersifat general, pernyataan yang tak terukur,memiliki ciri :
·         Dasar dalam pengambilan keputusan desain arsitektur yang berangkat dari keterpesonaan dalam sejarah arsitektur.
·         Sejarah arsitektur dapat meliputi : Nilai estetika, etika, ideologi dan seluruh aspek budaya yang melekat dalam pandangan masyarakat.
·         Doktrin bersifat tunggal dalam titik pandangnya dan biasanya mengacu pada satu ‘ISME’ yang dianggap paling baik.

2.      Kritik Sistematik (Systematic Criticism) Norma penyusunan elemen-elemen yang saling berkaitan untuk satu tujuandalam hal ini akan dibahas mengenai metode Tipe. Metode Tipe adalah suatu norma yang didasarkan pada model yang digenralisasi untuk satu kategori bangunan spesifik.2.      Memiliki ciri:
·    Menggantungkan pada hanya satu prinsip akan mudah diserang sebagai : menyederhanakan (simplistic), tidak mencukupi (inadequate) atau kadaluarsa (out of dated )
·    Alternatifnya adalah bahwa ada jalinan prinsip dan faktor yang dapat dibangun sebagai satu system untuk dapat menegaskan rona bangunan dan kota.
3.      Kritik Tipical (Typical Criticism) Norma yang didasarkan pada model yang digeneralisasi untuk satu katagori bangunan yang spesifik.3.      Memiliki ciri:
·    pendekatan yang mempunyai uraian urutan secara tersusun. Contoh. Bangunan sekolah, tipe yang ada ialah seperti ruang kelas, ruang guru,ruang kepala sekolah, ruang kesenian,  lab, perpustakaan, kantin, gudang, toilet. 
4.      Kritik Terukur (Measured Criticsm) Sekumpulan dugaan yang mampu mendefinisikan bangunan dengan baik secara kuantitatif.Memiliki ciri:
·         digunakan untuk memberi arah yang lebih kuantitatif. Hal ini sebagai bentuk analogi dari ilmu pengetahuan alam.
·         Pengolahan melalui statistik atau teknik lain akan mengungkapkan informasi baru tentang objek yang terukur dan wawasan tertentu dalam studi.

·         Bilangan atau standard pengukuran secara khusus memberi norma bagaimana bangunan diperkirakan pelaksanaannya.

Contoh Bangunan:

    MUSEUM SERANGGA DAN TAMAN KUPU


 

 Museum Serangga merupakan salah satu museum yang terletak didalam kawasan Taman Mini Indonesia Indah. Museum serangga ini didirikan atas prakasa pengurus Perhimpunan Kebun Binatang Seluruh Indonesia (PKBSI) dan Museum Zoologicum Bogoriense (MZB) dengan restu alm. Ibu Tien Soeharto. Tujuan utama dari museum ini adalah memperkenalkan keanekaragaman dunia serangga dan merangsang keinginan serta kepedulian masyarakat terhadap peran dan potensinya dialam.
Diresmikan oleh Presiden Soehartoselanjutnya pada tahun 1998 atas prakasa Bpk. Soedjarwo dari yayasan Sarana Wana Jaya, pada tanggal 20 April 1993 yang bertemapatan dengan dengan HUT TMII yang ke-18. Museum ini memiliki luasan sekitar 500m². Namun pada tahun 1998, TMII menambahkan fasilitas terbaru yaitu Taman Kupu yang dilengkapi dengan laboratorium, kebun pakan dan kandang penangkaran dengan seluas 1500 m2.
Museum ini memiliki ciri khas bangunan modern, dapat dilihat dari bentukan atap dan fasadnya menonjolkan kesan modern yang kental. Penggunaan bahan material kaca juga sangat ditonjolkan dari fasad hingga pada bagian dalam berupa langit-langit menggunakan bahan kaca bermotif. Pada bagian atap bangunan tersebut juga memiliki keunikan sendiri yaitu seperti undakan yang bebrbeda ketinggian dengan bentuk kubah.
Bangunan ini menerapkan gaya arsitektur modern, dikarenakan menggunakan variasi bentukan untuk massa bangunannya sendiri serta macam material yang digunakan. Arsitektur Modern mulai berkembang sekitar awal abad ke 19 dimana pada waktu itu mulai muncul revolusi industry. Perkembangan ini ditandai dengan kemajuan di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, social ekonomi sehingga memberikan pengaruh terhadap gaya arsitekturnya yang berubah ke bentuk arsitektur modern. Perubahan ini dapat kita lihat melalui sistem konstruksi dan struktur bangunan yang mengalami perubahan pada perkembangan kota, dan perubahan dalam kebudayaan. Lama kelamaan arsitektur lama mulai ditinggalkan dan mengikuti perkembangan zaman.
Arsitektur modern Mulai menonjol setelah PD I (1917) bersamaan dangan hancurnya sarana, prasarana dan ekonomi. Konsep ruang arsitektur sebelumnya dititik beratkan hanya pada kegiatan, emosi & kemulyaan, maka pada masa ini faktor terbentuknya ruang juga ditunjang faktor komposisi, rasio, dimensi manusia. Penggunaan konsep ekonomis mulai ditrapkan. Efisiensi dalam penggunaan bahan mulai Nampak yaitu terlihat dengan munculnya bentuk bentuk kubus, terutama pada bangunan bertingkat tinggi antara (arsitektur “kotak korek” dengan menggunakan struktur beton dan baja). Konsep “Open Space” Nampak dengan menggunakan jendela kaca yang lebar dan menerus.
Konsep baru dan sangat mendasar dari arsitektur modern antara lain adalah FORM FOLLOWS FUNCTION yang dikembangkan oleh Louis Sullivan (Chicago), dengan beberapa ciri sebagai berikut:
·         Ruang yang dirancang harus sesuai dengan fungsinya.
·         Struktur hadir secara jujur dan tidak perlu dibungkus dengan bentukan masa lampau (tanpa ornamen).
·         Bangunan tidak harus terdiri dari bagian kepala, badan dan kaki.
·         Fungsi sejalan/menyertai dengan wujud.

SUMBER:
http://rizkyan-maulanang.blogspot.com/2011/11/kritik-normatif-kritik-arsitektur.html
https://rizkavita.wordpress.com/2016/10/09/arsitektur-era-klasik-modern/
http://miasiibungsu.blogspot.com/2013/05/periode-perkembangan-sejarah-arsitektur.html
http://silvanaekasari.blogspot.com/2013/02/kritik-arsitektur-museum-serangga.html